credit: dokumentasi pribadi Hana Sugiharti
“Nggak mau! Ini punya Rara!”
Adit menarik sendok dan nasi bungkus yang ada di pelukan Rara.
“Adiiiiiiit, kembaliin!”
“Ini Punyaku! Wek!” Adit menjunjung
tinggi bungkusan itu, tapi tiba-tiba Rara menyundul punggungnya dari
belakang, hingga mereka berdua terjatuh dan bergulat di lantai.
Marni panik dan tergopoh-gopoh keluar dari dapur, lalu segera melerai kedua anaknya yang lincahnya naujubillah. Dia mengambil paksa nasi bungkus yang ada di tangan Adit dan meletakannya di tangan Rara.
“Kalian ini apa-apaan sih! Kan udah punya satu-satu, kenapa masih rebutan?!"
“Tapi Adit kan masih laper, Bu.”
Secepat kilat Adit merampas nasi bungkus
yang dipegang Rara, hingga terjadilah adegan tarik menarik, tapi
akhirnya... Brak! Bungkusnya robek dan karetnya putus. Semua isinya
berhamburan keluar.
Marni, mengelus dada. “Heran nih anak
dua! Badan udah kayak gajah Way Kambas, tapi kelakuan kayak orang yang
nggak makan tiga hari. Kalian liat tuh si Hana. Nggak banyak tingkah,
pendiam, penurut lagi. Kalo kelakuan kalian kayak gini terus, Ibu nggak
mau ngasih makan kalian lagi! Emangnya nyari uang itu gampang?”
“Yah, jangan Buuu…” Rara dan Adit
mengumpulkan remahan nasi yang berserakan serta dua potong paha ayam yang
terpental sampai ke kolong meja.
“Nih, kalian makan punya Ibu aja. Nasi yang itu buang aja, udah kotor gitu ntar kalian malah sakit perut lagi.”
Hana diam saja, dia memilih untuk melihat
ke luar jendela. Matanya menatap halaman luas yang membentang di depan
matanya. Anak-anak tertawa riang bermain di taman. Ada yang sedang
berlarian dan ada yang sedang makan bersama. Hana tertunduk.
Marni ke dapur lalu kembali dengan sepiring gorengan. “Hana, yok sini makan dulu. Ni ada pisang molen kesukaanmu.”
“Iya Bu.” Hana mencubit Pisang Molen yang
diletakkan Marni dalam sebuah piring plastik. Kemudian dimakannya
sampai habis. Sesekali diteguknya air putih yang tergeletak di sudut
jendela.
Setelah kenyang. Hana kemudian duduk bersandar di sisi jendela, beristirahat dan berusaha memejamkan mata.
“Hana. Sebelum kamu tidur, jangan lupa cuci piring dan beres-beres, ya?” seru Marni.
“Iya, Bu.”
“Oh ya, kamu kan udah makan pisang molen. Jadi jatah nasi bungkusmu buat Ibu, ya?"
Hana mengangguk.
“Besok-besok, kamu harus bisa dapetin
uang kayak gini lagi pokoknya, ya? Kalo udah terkumpul, Ibu bisa beliin
kamu baju lebaran. Kamu mau kan?”
Hana mengangguk lagi. “Boleh nggak besok
Hana makan nasi bungkus kayak yang tadi sama beli sandal baru, Bu? Tadi
siang, pas Hana dikejar-kejar petugas kamtib, sandal Hana nyangkut di
got dan hanyut di selokan. Trus Hana nangis di bawah jembatan tempat
biasa Hana duduk, eh ternyata malah banyak yang ngasih duit, Bu.”
“Bagus, pinter kamu Na!" Marni tertawa
senang. “Kalo kamu bisa dapet dua kali lipat dari jumlah hari ini, nanti
nasi dan sandalnya Ibu pertimbangkanlah pokoknya. Yang jelas, besok
kamu praktekin lagi nangis kayak tadi siang yah! Kalo kamu nggak bawa
uang, Ibu nggak jamin kamu besok-besok bisa numpang disini lagi. Inget
itu ya!"
------------------------------
Original post ada di sini.
Ditulis ulang dengan sedikit penyuntingan di sana sini.
Sampai jumpa Kamis depan! ^_^
------------------------------
Original post ada di sini.
Ditulis ulang dengan sedikit penyuntingan di sana sini.
Sampai jumpa Kamis depan! ^_^
kenapa ini cerita sedih amat yak.... Aduh......
ReplyDeleteThanks for share...