Sunday, 21 June 2015

6 Teknik Bercerita Visual yang Bisa Diambil dari Film dan TV

 Oleh: Nadia Pratiwi


Banyak dari kita tumbuh besar di lingkungan yang menonton film dan acara TV. Gaya, teknik dan metode yang digunakan dalam film dan TV tentu sudah familiar bagi kita, dan kita menyerapnya dengan mudah. Pada skala tertentu, diharapkan elemen-elemen tersebut muncul dalam novel yang kita baca—jika tidak secara sadar, maka secara bawah sadar.

Sebagai penulis, kita bisa belajar dari teknik bercerita visual ini, apa yang membuat sebuah film terasa luar biasa dapat juga digunakan untuk memperkuat novel atau cerpen. Banyak teknik yang bisa diadopsi untuk menulis fiksi.

1. Bagi Adeganmu Menjadi Beberapa Segmen

Selayaknya film dan acara TV, novelmu juga terdiri dari jalinan adegan yang mengalir bersamaan untuk menceritakan kisahmu.

Namun, sebagai penulis, kamu cenderung menjabarkan adegan dengan sangat berbeda, ketimbang penulis skenario dan sutradara. Di mana kamu melihat masing-masing adegan sebagai peristiwa waktu yang dikemas secara terintegrasi, seorang sutradara film melihat adegan sebagai kompilasi dari segmen atau bagian—kumpulan rekaman kamera yang disunting dan digabung menjadi satu untuk menghasilkan momen waktu yang mulus. Dengan berpikir segmental dalam menciptakan adegan, penulis dapat membuat cerita visual yang dinamis dan kuat.

Jadi, bagaimana membuat struktur adegan novel dengan teknik sinematik? Berikut adalah 6 langkah yang akan membantumu menyusun novel seolah-olah kamu adalah sineas.

2. Mengidentifikasi momen kunci

Selami adeganmu dan cobalah untuk memecahnya menjadi beberapa momen kunci. Pertama, kamu harus memiliki pembuka yang menyorot pada adegan dan setting. Kemudian, mengidentifikasi beberapa saat penting di mana sesuatu yang penting terjadi, seperti konflik atau twist, diiringi penurunan tegangan secara tiba-tiba (dengan antiklimaks).

Lalu tuliskan momen kunci dalam adegan—adegan paling klimaks—yang mengungkapkan sesuatu yang penting tentang plot atau karakter. Biasanya ini ditulis menjelang akhir cerita. Kamu diperbolehkan memberi adegan tambahan sehubungan dengan reaksi atau timbal balik dari adegan klimaks.

3. Pertimbangkan POV-mu

Sekarang kamu memiliki daftar "jepretan kamera". Pikirkan setiap segmen pada daftarmu, kemudian bayangkan di mana "kamera" perlu berada untuk menyorot segmen ini.

Ingat, kamu berada di POV karakter ini—baik sudut pandang pertama dan mengalami cerita atau sudut pandang ketiga dalam peran tersebut. Jadi pertimbangkan mana karakter yang terlihat secara fisik dan bereaksi terhadap momen penting dalam adeganmu. Kamu sekarang memiliki "arah" pandang, sehingga kamu dapat menulis adegan ini dengan lebih dinamis. Sorot lebih dekat untuk melihat rincian penting. Tarik menjauh untuk menunjukkan perspektif yang lebih luas dan konsekuensi yang lebih besar untuk sebuah kejadian.

4. Tambahkan kebisingan latar belakang

Pertimbangkan suara apa yang penting dalam adegan ini. Bisa jadi ini suara yang memberikan suasana setting, tapi juga pikirkan satu atau dua suara yang menonjol dan memperkuat makna untuk karaktermu. Suara di sini bukan melulu tentang onomatope (tiruan bunyi, seperti brak, plak, atau byur), tapi dentang lonceng gereja bisa mengingatkan karakter tentang hari pernikahannya, saat ia menuju ke gedung pengadilan untuk mengajukan surat cerai. Kicau burung bahagia di pohon dekat karakter yang muram dapat terdengar seperti mengejek dan memperdalam kesedihan.

5. Warnai adeganmu

Warna dapat digunakan untuk memberi efek yang kuat. Warna yang berbeda memiliki makna psikologis, dan pembuat film sering menggunakan komposisi warna dengan sengaja. Merah menyiratkan kekuasaan; merah muda, kelemahan. Kamu bisa "memercikkan" adeganmu dengan warna dan meningkatkan kekuatan visual. Warna juga dapat menambahkan simbolisme untuk suatu obyek atau motif.

Ingin mempelajari lebih lanjut? Sebuah buku yang dapat mencontohkan ini dengan baik adalah buku If It’s Purple, Someone’s Gonna Die karangan Patti Bellantoni.

6. Pikirkan tentang sudut kamera


Sudut dari "sorotan" juga memiliki efek psikologis yang kuat. Sebuah kamera yang menyorot tokoh dari bawah menyiratkan dia (adalah tokoh yang) penting atau sombong atau kuat atau superior. Sebaliknya, kamera menyorot tokoh dari atas, menyiratkan seseorang yang lemah atau rendah atau tertindas atau tidak penting.

Jika karaktermu berada dalam sebuah adegan dengan tokoh lain dan merasa superior, kamu bisa membuatnya terkesan ditinggikan atau disorot dari bawah untuk menekankan ini. Seorang wanita dipecat mungkin duduk di kursi dengan bos berdiri di atasnya. Sentuhan-sentuhan kecil seperti ini dapat menambah daya visual.

7. Sertakan tekstur dan detail

Pertimbangkan untuk menambahkan tekstur. Kebanyakan novelis menempatkan karakter mereka dalam setting membosankan, tanpa mengatakan di mana mereka berada, tahun berapa, atau seperti apa cuacanya. Kita hidup di dunia nyata, sementara film menampilkan pengaturan dan pemandangan rinci.

Tambahkan tekstur ke lokasi dengan melukiskan cuaca dan rincian sensual dari daerah sekitarnya. Kondisi cuaca di penghujung musim gugur di tengah malam di Vermont ketika dua karakter berjalan di taman adalah tekstur yang akan membuat pembaca "merasa" kamu sedang membawa mereka ke kehidupan dalam adeganmu.

Novelis yang berpikir seperti pembuat film dapat membuat cerita visual memukau, akan memberi kesan mendalam bagi pembaca setelah menamatkannya. Luangkan waktu menggunakan cara pandang pembuat film dalam mengambil adegan, memberi kesan dinamis dan detail sensorik, serta penempatan karakter dengan tepat, pemberian warna dan suara dalam adeganmu untuk efek psikologis yang diinginkan.

Jika kita ingin menghanyutkan emosi pembaca secara emosional oleh cerita-ceritamu, cara terbaik adalah dengan membawa novelmu hidup dengan teknik sinematik.

Diterjemahkan dari sini.

Request dari Carolina Ratri.
Kalian mau request topik juga? Yuk sini bisikin saya di PM, akan saya kabulkan semampunya. Semoga hari ini menyenangkan!

No comments:

Post a Comment

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *