Thursday, 14 May 2015

Karya Terpilih Prompt #77 : Teguran Fatma


oleh : Rifki Jampang
“Maukah kau dengar sebuah kisah, tentang seorang perempuan yang kecantikannya begitu berbahaya hingga bisa mengacaukan sesisi alam raya dan memorak-porandakan semesta?”tanyaku kepada Fatma, putri semata wayangku yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya.
Tak ada jawaban dari mulut mungilnya. Sepertinya Fatma kecewa dan marah terhadapku karena aku pulang terlambat. Rapat mendadak dengan dewan direksi sore tadi teah menyita banyak waktuku. Aku belum sempat mandi, bahkan belum mengganti kemeja putih dan rok biru yang kukenakan saat memasuki kamar Fatma.
“Kamu marah karena Mama pulang terlambat?”
Fatma tak menjawab.
“Maafkan Mama, sayang!” pintaku. Lalu kukecup keningnya.
Aku menyadari kesalahanku. Namun aku harus tetap menjalani hidupku saat ini, menjadi ibu sekaligus tulang punggung keluarga setelah ayah Fatma meninggal dunia saat usianya baru beberapa bulan.
“Apakah kisah itu bersumber dari Al-qur’an, Ma?”
Pertanyaan Fatma membuatku terkejut. Tapi aku bahagia karena dia mau bicara.
“Bukan sayang. Memangnya mengapa kalau bukan bersumber dari Al-qur’an?” aku balik bertanya.
“Soalnya, kalau Mama bercerita tentang kisah seorang perempuan yang bersumber dari Al-qur’an, Mama tidak pernah menyebutkan nama perempuan itu.”
Aku tersenyum mendengar jawaban Fatma. Sebuah jawaban yang juga menyiratkan rasa ingin tahunya tentang tokoh-tokoh perempuan yang selalu kuceritakan menjelang tidurnya.
“Mama hanya menyebutkan istri Firaun atau istri Abu Lahab atau putri seorang lelaki tua. Mama tidak pernah menyebutkan nama mereka kecuali saat Mama bercerita tentang Maryam, ibu dari Nabi Isa,” Fatma menyambung kalimatnya.
Ternyata, putriku sudah tumbuh menjadi sosok pemikir dan juga kritis.
“Begini Fatma, sayang,” kuawali jawabanku sambul membelai rambutnya. “Memang seperti itulah yang terdapat di dalam Al-qur’an. Al-qur’an tidak menyebutkan nama seorang perempuan pun kecuali nama Maryam. Kita harus menerima dan meyakininya.”
“Lantas, apakah aku tidak bisa mengetahui nama-nama mereka, Ma?”
“Tentu saja kamu bisa. Tapi karena pengetahuan Mama terbatas, Mama tidak bisa menjawabanya. Mungkin kamu bisa menanyakan hal ini di sekolah kepada Bu Azizah atau Bu Zahrah , gurumu di sekolah.”
Fatma terdiam. Dari raut wajahnya, aku bisa menangkap ketidakpuasan dirinya akan jawabanku.
“Kira-kira apa alasan tidak disebutkan nama perempuan-perempuan itu di dalam Al-qur’an, Ma?” Fatma kembali mengajukan pertanyaan.
“Mungkin untuk melindungi pikiran kaum laki-laki agar tidak berimajinasi yang macam-macam.”
“Maksud Mama?”
“Pikiran lelaki itu mudah berimajinasi, sayang. Ketika telinga laki-laki mendengar sebuah nama perempuan, pikiran mereka langsung berkelana dan membayangkan bagaimana wujud dari perempuan pemilik nama itu. Pikiran mereka akan bertanya-tanya apakah wajah perempuan itu cantik atau tidak, tubuhnya langsing atau tidak, dan sebagainya.”
“Jadi mereka tidak boleh tahu namaku, Ma?”
“Tidak begitu, Fatma. Al-qur’an memberikan cara untuk melindungi pikiran kaum laki-laki agar tidak liar dan melindungi kamu perempuan agar tidak menjadi korban imajinasi kaum laki-laki.”
“Bagaimana caranya, Ma?”
Ah, sepertinya Fatma tidak pernah kehabisan amunisi pertanyaan.
“Begini, Fatma. Kepada kaum laki-laki, mereka diperintahkan menjaga pandangan mata mereka agar tidak melihat aurat perempuan yang bukan istri mereka. Sementara kepada kaum perempuan, mereka diperintahkan untuk menutupi aurat mereka agar tidak terlihat oleh laki-laki yang bukan suami mereka.”
Kuharap tak ada pertanyaan lagi dari Fatma. Dia harus segera tidur. Aku juga sudah sangat lelah.
“Lantas, mengapa Mama tidak mengenakan jilbab seperti Bu Azizah atau Bu Zahrah?”

Cerita asli DI SINI

****
Kepolosan seorang anak kadang bisa jadi 'teguran' bagi orang dewasa. Dalam cerita ini penulis menyelipkan sebuah pesan tanpa terasa menggurui.

No comments:

Post a Comment

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *