oleh : Harry Irfan
Matamu candu.
Sudah banyak yang selalu bilang begitu, tak mempan!
Aku serius.
Aku juga serius.
Matamu biru kelabu.
Matamu pun biru kelabu.
Bulu matamu lebih lentik.
Apa bedanya denganmu? Tak kau lihat lentik begitu?
Matamu sakti, bisa melihat hantu.
Apa istimewanya bisa melihat hantu?
Kau bisa melihatku.
Apa istimewanya aku bisa melihatmu?
Bisakah kau sedikit tertarik denganku?
Secara fisik, tampilanmu tidak menarik. Ini karena aku punya urusan saja denganmu.
Kau tega.
Hahaha, belum pernah kulihat setan merajuk.
Aku setan yang punya perasaan.
Berarti kau lebih mending dari manusia yang menjadi wakil rakyat di sana.
Jangan bahas politik dulu, aku masih mau mengagumi matamu.
Berhenti membahas mataku.
Kau mau bahas apa saja, asal jangan politik. Aku muak.
Aku pun.
…
…
Kau diam?
Aku harus bicara apa?
Ceritakan tentang matamu.
Cerita apa lagi? Kau sudah tahu semuanya kupikir.
Aku suka kau menceritakannya lagi.
Berhentilah memujiku seperti ini. Iya, aku tahu ini juga berkatmu.
Kumohon cerita lagi. Aku suka kebanggaan diri.
Berkat mata ini, aku berhasil menarik banyak mata lelaki.
Lalu, apa lagi?
Mereka memberiku apa yang kumau.
Terus, terus?
Begitu seterusnya, sampai mereka tak mampu memberiku sesuatu lagi. Aku mencari lelaki lain.
Kau nakal.
Kau yang membujukku.
Kau yang memintaku.
Sebenarnya itu usul temanku.
Aku senang bekerja sama denganmu.
Aku biasa saja. Hmm, jangan terlalu berharap aku jatuh cinta padamu.
Aku tidak berharap. Aku setan yang profesional.
Bagus kalau begitu. Oh iya, besok, ada temanku yang juga mau memasang susuk di matanya. Kau siap-siap, ya?
Siap, Nyonya.
**
Cerita asli di SINI
Catatan Admin.
Menulis sebuah cerita minus deskripsi membutuhkan keterampilan untuk membuat pembaca paham apa yang hendak disampaikan penulis hanya melalui dialog para karakter. Dan Harry Irfan berhasil menaklukkan tantangan ini dengan mulus.
ahhhhh rupanya...
ReplyDelete