Ikal rambutmu. Indah matamu. Cantiknya dirimu. Tak bosan-bosannya aku memandangi dirimu. Setiap hari dan setiap saat, akan selalu kupandangi dirimu wahai pelangiku.
“Hey, Bon!” seseorang menepuk pundakku dari belakang. “Tak sopan memandangi orang terus-terusan seperti itu! Apalagi dia seorang putri! Bisa-bisa kau dihukum mati oleh Raja!” hardik sahabatku, Lev.
“Aku memandangnya dari jauh. Dia tak akan tahu. Dan, tak ada orang lain yang tahu kecuali kamu,” kataku.
“Ah, terserahlah! Yang penting aku sudah memberitahumu!” seru Lev. Ia pun pergi meninggalkanku sendiri di atas bukit.
Aku kembali memandangi sang putri dari jauh dan mulai berkhayal. Seandainya ia jadi milikku…. Putri raja bersanding dengan seorang prajurit biasa. Kami akan hidup bahagia selamanya. Putriku pelangiku… Sungguh indahnya dirimu. Hmmm….
Plak!! Seseorang menepak kepalaku. Spontan aku berteriak, “Lev! Jangan pukul kepalaku!”
“Lev? Aku bukan Lev?” seorang wanita menjawabku. Aku menoleh. Sang Putri berdiri di dekatku. Aku terdiam. Terkesima. Dia lebih cantik jika dilihat dari dekat. ‘Tapi… Mana pengawal-pengawalnya?’ tanyaku dalam hati.
“Kau mencari pengawal-pengawalku?” tanyanya seakan tahu apa yang ada dalam pikiranku. “Mereka kusuruh pulang duluan,” lanjutnya.
“Oh…”
“Kau seorang prajurit?”
“Iya.”
“Kalau begitu, aku ingin minta bantuan darimu.”
“Bantuan apa Yang Mulia?”
“Ajari aku menggunakan pedang!”
‘Permintaan macam apa ini?’ tanyaku dalam hati. Walaupun sebenarnya aku senang ia meminta bantuan padaku, tapi mengajarinya menggunakan pedang… ‘Apakah tuan putri ini ingin pergi berperang?’ pikirku.
“Apa kau tak mau mengajariku?”
“Baiklah. Hamba akan mengajarkan Yang Mulia.”
Setelah itu, aku mengajarkan sang putri teknik-teknik dasar menggunakan pedang – bagaimana cara memegangnya, mengayunkannya, sampai dengan menggunakannya dalam pertempuran. Ia sangat cepat belajar. Aku tebak, ia pasti sudah pernah belajar menggunakan pedang.
Pedangku ada di tangannya. Ia asyik mengayun-ayunkan pedangku. Aku memperhatikannya, kembali mengaguminya. Walau ada pedang di tangannya, ia tetap terlihat anggun. Benar-benar luar biasa! Tanpa kusadari, ia semakin mendekat padaku. Dan… Wush!! Pedang itu diayunkannya padaku. Aku tak dapat mengelak. Gerakannya terlalu cepat!
“Aaaggrrhhh!!” teriakku.
“Itu hukuman bagimu! Jangan pernah memandangi seorang putri lagi walau dari jarak jauh!” seru sang putri. Lalu, ia meninggalkanku yang jatuh terduduk dengan pedang yang masih tertancap di mataku.
Pelangiku… Kau tak lagi indah, sejak kau ambil bola mataku.
**
Cerita asli di SINI
Catatan Bang Admin.
Berlawanan dengan 'harapan' banyak pembaca, cerita ini menyajikan 'realita' yang mungkin saja menyesakkan dada ketika kisah ini selesai dituturkan.
No comments:
Post a Comment