Aku berlari menuju loteng rumahku. Mencari persembunyian yang paling aman di atas sini.
“Kita tidak boleh tertangkap, teman.” Kataku. Tidak ada tempat sembunyi lagi selain ruang baca itu, pikirku dalam hati sambil menggendong temanku yang sekarat masuk ke dalam ruang favoritku bersama Ayah.
Sedangkan aku lebih suka duduk di ruangan sebelah yang hanya dipisahkan oleh rak kecil. Dari ruangan itu aku merasa seperti membaca di alam bebas. Langit-langitnya segaja dibuat jendela kaca yang dapat dibuka agar udara bisa masuk. Tunggu! Di atas situ sepertinya aman, pikirku lagi.
“Kita harus naik ke atas,” ujarku kepada temanku. Lalu aku mengambil tangga yang seharusnya digunakan untuk mengambil buku di rak yang tinggi, menyandarkannya ke rak terdekat, dan mulai memanjat bersama temanku. Tiba-tiba….
Kriiiit… kriiiit…
Bunyi anak tangga yang dipijak terdengar nyaring di telingaku. Gawat, dia naik ke atas. Aku mematung, takut jika aku bergerak sedikit saja, kayu-kayu ini akan berdecit.
Dia semakin mendekat. Perlahan tapi pasti. Suaranya hilang sebentar setelah lima langkah. Dua langkah lagi dia akan sampai di loteng ini. Aku memasang telingaku, bersiap-siap menerima setiap bunyi apapun.
Kriiiit…. . “Satu… ,” hitungku.
Kriiiit…. . “Dua. Dia datang.” aku meletakkan jari telunjukku di depan bibirku, “Ssssttt…” ujarku kepada temanku.
Suara langkah kaki itu semakin mendekat. Dia menuju ruangan ini. Perlahan membuka pintu dan terkejut melihatku.
“Danu, nanti jatuh. Ayo sudah siang, bobo dulu.”
“Yaaaahh, kita tertangkap, Kapten Amerika.”
------
Cerita asli bisa dibaca di sini.
Selamat Mbak Meitha Andryani. Semoga dengan begini, jadi mau nongol sesekali di grup :)))
No comments:
Post a Comment