Friday 28 March 2014

Alur Cerita dalam Fiksi

Artikel sebelumnya.




Alur cerita adalah jalan cerita. Apa pun bentuknya, sebuah fiksi harus memiliki jalan cerita. HARUS!

Alur cerita ini bebas saja bentuknya, bisa alur maju (A-Z), alur mundur (Z-A) atau alur campuran yaitu alur maju dan mundur. Mau yang mana, bebas! Intinya adalah kamu harus menciptakan alur cerita.

Untuk mengalirkan jalan cerita, tentu hal pertama yang musti dimiliki adalah "gambaran jalan cerita". Membuat outline sebelum menulis (kira-kira ceritanya akan dialirkan ke mana atau bagaimana) merupakan salah satu cara efektif untuk membantumu mengingat rencana alur cerita. Penulis yang sudah berpengalaman, sering tidak butuh outline lagi, tapi cukup membayangkan sebelum menulis, atau bahkan mengalir begitu saja saat menulis.

Untuk pemula, buatlah outline dan disiplin dengannya. Tentu akan terjadi pergeseran-pergeseran alur dalam proses penulisannya, tetapi upayakan untuk mendisiplinkan diri dengan outline-mu. Khawatir saja sih, jika terus menerus diturutin pergeseran-pergeseran itu, lantas cerpen atau novelmu nggak pernah jadi lantasan terus berubah dan berubah.

Selanjutnya, mengalirkan cerita bisa kamu bangun melalui narasi dan dialog. Kombinasikan keduanya secara proporsional ya. Terlalu banyak narasi, apalagi yang terlalu panjang, tentu akan membuat pembaca bosan. Terlalu dominan dialog, apalagi yang ga penting, tentu akan membuat pembaca meyakinimu bahwa kamu lebih rewel dan cerewet ketimbang Okky Lukman.

Sebaiknya, narasi dan dialog diciptakan proporsional. Dan, jangan pernah membuat narasi dan dialog yang tanpa peran untuk membangun cerita, dalam kata lain, yang ga penting. Basa basi yang bikin basi beneran. Ga menarik, dan akan mengaburkan inti cerita.

Juga, jangan mengulangi inti dari narasi dalam bentuk dialog atau sebalinya, karena pengulangan-pengulangan begini hanya akan mencederai karyamu.

Berikut contoh kombinasi narasi dan dialog yang berperan mengalirkan cerita.

Kyoto mulai membeku. Lalu lalang yang tadi tampak berisik kini melengang. Siklus alam, ya, selalu saja ada orang akan kembali pulang saat malam kian kencang menorehkan lelah. Tapi tidak buatku!

Aku masih saja duduk di taman yang gigil ini, setia menunggumu. Setia menanti janjimu, Okky.

Kulirik lagi arlojiku, sudah pukul 2 dini hari.

"Benar ya, pukul 10 nanti?" tanyaku penuh semangat, sore kemarin.

Okky tersenyum manis, menjereng deretan giginya yang putih mempesona, menaklukkan hatiku.

"Ya, aku akan datang," sahutnya.

"Aku kan menunggumu, lebih dulu dari jam yang kamu janjikan. Pasti itu!"

Ah, kembali, lagi-lagi, ia mengingkari janjinya. Pukul 10? Sekarang sudah pukul 2 dini hari, dan tak ada secuil kabar pun darinya. Selalu begini! Tetapi aku masih saja selalu setia memberikan dada lebarku padanya untuk mengerti dan mengerti, meski tentu saja aku sama saja dengan lelaki lain yang tersuruk kecewa saat kekasihnya kembali ingkar janji.

Ada aliran cerita di sana, kombinasi narasi dan dialog.

~bersambung~

Dari Silabus Menulis Fiksi oleh Edi Akhiles

1 comment:

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *