Thursday, 19 December 2013

Karya Terpilih Prompt #32: Ilusi Dosa

Oleh Riga Attaraya

Bayi lelaki itu merangkak mendekatiku. Dia berhenti di beberapa langkah dari tempatku berdiri. Pandangan kami beradu. Kurasakan kedua matanya seperti sebilah pedang yang mengoyak-ngoyak pikiranku dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah kulakukan.

Aku tercekat ngeri sambil berusaha mundur. Bayi itu masih memandangku tajam. Mata beningnya menghakimiku telak.

“Pembunuh!”

Sebuah suara mendengung. Siapa yang berbicara?

“Pembunuh!”

Bayi itu berbicara? Oh, Tuhanku, bayi itu berbicara! Aku meremas rambutku hingga kurasakan nyeri di kepala.

“Tidak! Aku tak sengaja. Maafkan aku!” aku memohon. Mataku mendelik ketika tubuh bayi itu mulai membesar, semakin besar. Napasku tersengal. Kini wajah mungil itu ada di depan mataku, menatapku tajam. Lalu tanpa peringatan, tubuh itu pecah serupa balon yang digembungkan lalu ditusuk jarum. Wajahku basah cairan.

“Hei, Dave! Bangun!”

Aku tergeragap. kulihat Robert, teman sepeleton berdiri gusar. Tangannya memegang gelas kosong.

“Kau menganggu tidurku!” omelnya kesal.

Aku mengusap wajah dan meminta maaf. Robert melemparkan gelas sembarangan dan melanjutkan tidurnya. Aku termenung di ranjang.

***

“Mimpi buruk, Dave?” May, satu dari sedikit prajurit wanita yang dikirim ke Irak menegurku.

Aku meneguk bir hingga tandas. Sesudah disiram oleh Robert, aku memutuskan ikut berjaga bersama May dan pasukan lain.

“Pada penyerbuan kemarin aku menghabisi sebuah keluarga.”

“Lalu?” May mengedik. Bukannya itu sudah biasa, bahasa tubuhnya mengisyaratkan.

“Aku tak sengaja menembak seorang bayi,” kutelan ludah yang kesat. Kepala kutundukkan dalam-dalam.

“Maksudmu bayi seperti ini?”

Aku mengangkat kepala. Bayi seperti ini? Apa maksudmu May?

Jerit kengerian keluar dari mulutku. Dari balik seragam ketat May sesuatu seolah berusaha menerobos keluar. Kancing baju May terlepas ketika sebuah tangan menembus kulitnya, disusul tangan kedua, lalu sebuah kepala muncul. Napasku sesak. Kuraih pistol dan menembak makhluk itu. Lagi. Dan lagi.

“Dave! Kau menembak May! Kau gila!” suara Robert terdengar. Tapi saat aku menoleh yang kulihat adalah wajah bayi itu. Kulepaskan sebutir peluru ke arah kepala bayi itu.

============================
Cerita asli bisa dilihat di sini.

Ceritanya sangar. Meskipun disadari, sebagai prajurit memang harus 'tega' membunuh, rasa kemanusiaan dalam diri mereka tetap bisa bertahan. Karena itu ketika menyadari 'tanpa sengaja' membunuh bayi, timbul penyesalan yang menghantui. Penyesalan ini tergambar bagus, dalam, dan tajam sepanjang narasi.
Tapi judulnya terasa kurang pas. Judul yang lebih mengacu pada 'penyesalan' rasanya lebih cocok ketimbang 'dosa'. CMIIW.

No comments:

Post a Comment

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *