==============
credit
Perempuan itu mempercepat langkahnya, membelah hawa sejuk di pagi hari. Tujuannya adalah menemukan Gua Natha yang letaknya di balik perbukitan. Tersembunyi. Sesuai namanya, gua itu memang semula diperuntukkan sebagai tempat perlindungan para keluarga keraton di masa kerajaan dahulu.
Entah berapa ribu langkah yang sudah ditempuh, hingga akhirnya perempuan itu sudah berada di depan pintu Gua Natha yang tidak terlalu besar. Dengan sedikit keraguan, berbekal sebuah obor di tangan, perempuan itu mulai memasuki goa tersebut. Selangkah demi selangkah.
Langkahnya terhenti di depan sebuah sendang kecil berbentuk lingkaran.
Mungkin ini yang namanya Sendang Pasada. Gumamnya.
Sambil duduk bersimpuh di depan Sendang Pasada, perempuan itu mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya. Sebuah botol kecil dengan bentuk yang sangat unik berisi cairah berwarna merah menyala.
Jika aku larutkan tirta amerta pemberian guruku ini ke dalam Sendang Pasada, lalu aku mandi di dalamnya, maka aku akan memiliki kecantikan para bidadari dan keabadian para dewi.
Perempuan itu pun melakukan apa yang memang sudah menjadi tujuannya semula.
*****
Perempuan yang duduk di sampingku, Nalini namanya. Parasnya sangat
cantik. Tak ada cacat setitik pun di wajahnya. Busana yang dikenakannya
juga selalu menambah pesonanya. Aku yakin, kecantikan dan pesona Nalini
akan menimbulkan rasa iri di hati para perempuan yang melihatnya. Aku
salah satu di antara mereka itu. Aku juga yakin, bahwa setiap pria yang
memandangnya akan langsung jatuh hati. Aku adalah saksinya.Setiap kali aku menemani kebiasaan Nalini berjalan-jalan dan duduk-duduk di taman seperti sekarang ini, pastilah orang-orang yang berpapasan atau melihat kami, tertutama para lelaki, akan menoleh lagi sebanyak dua atau tiga kali ke arah kami. Maksudku ke arah Nalini.
Namun senyuman dan juga sapaan mereka, tak pernah diacuhkan oleh Nalini. Kecuali jika aku mengingatkannya agar dirinya membalas sekedarnya saja, maka Nalini akan tersenyum dan menatap sejenak orang-orang itu. Aku melakukan hal tersebut agar dirinya terhindar dari kesan angkuh dan sombong di mata orang lain.
Kulihat Fossil yang melingkar di pergelangan tangan kiriku menunjukkan pukul lima sore lewat beberapa menit.
“Sudah sore, kita pulang yuk!” Ajakku.
Nalini mengangguk pelan.
Aku bangkit dari tempat dudukku lalu berdiri di hadapan Nalini. Selanjutnya kugenggam kedua telapak tangannya untuk membantunya bangkit.
“Senang nggak hari ini aku temani?”
Nalini tak menjawab.
Aku ajukan pertanyaan yang sama dengan nada sedikit lebih tinggi.
Nalini mengangguk sambil menjawab dengan suara agak berat.
Lalu aku menuntun Nalini berjalan. Perlahan.
“Hati-hati, Eyang!” Pintaku.
================
Postingan aslinya ada di sini.
No comments:
Post a Comment