Oleh: Ranny Afandi
------------------
Original Post ada di sini.
Catatan: Struktur cerita udah keren. Unsur kejutan udah ada. Please, perhatikan lagi penggunaan kata yang disambung dan dipisah juga tanda baca. Selebihnya, keren! ^_^
Keep writing!
Tawaran Warti mengusik tidurku. Aku tak bisa
memejamkan mata, omongan Warti melintas terus di benakku. Aku melirik ke
samping, Sari tidur lelap sambil memeluk boneka pandanya yang mulai
usang. Kuusap rambutnya, lalu kucium pipinya. Lama. Aku mendesah panjang. Kutarik kain menutupi setengah tubuh dan kucoba pejamkan mata.
Bias sinar matahari membuatku terjaga. Pukul enam pagi.
Sari masih terlelap. Aku bergegas ke dapur, masak air dan menggoreng
tahu tempe sisa kemarin.Pukul delapan, aku dan Sari sudah siap dengan pakaian
yang paling bagus. Kuhubungi Warti, mengabarkan aku siap dijemput. Tak
lama berselang Warti tiba di rumahku dengan senyum tersungging di
wajahnya.
“Ayo, tempatnya ngga jauh. Naik angkot sekali saja,” ucap Warti. Aku hanya mengangguk.
Butuh 15 menit untuk tiba di tempat kerja Warti.
Aku terperangah menatap bangunan megah di hadapanku. Sebuah gedung
bergaya minimalis tiga lantai.
“War, bagus banget tempat kerjamu.” Warti hanya tersenyum.
Sebuah neon box bertuliskan ‘Nora Salon dan Spa’
menjadi penunjuk apa pekerjaanku nanti. Warti mengajakku masuk lewat
pintu samping. Aku dibawa menuju ruangan besar di lantai dua. Udara dingin
menerpa wajahku saat Warti membuka pintu. Sari mengeratkan pelukannya.
Seorang wanita berusia sekitar 40 tahun, berperawakan sedang, berbadan
langsing memakai kemeja dipadu jeans dan high heels menyambut kami dengan senyum yang ramah.
“Silahkan duduk.”
“Mbak Nora, ini Yuni yang aku ceritain kemarin tuh.
Yun, ini mbak Nora, pemilik Salon ini.” Warti menjelaskan. Aku
tersenyum kaku sambil mengulurkan tangan. Wanita di hadapanku menyambut
uluran tanganku.
“Okei, Yun. Kata Warti, kamu mau kerja di sini?”
“Iyah, mbak, tapi aku ngga bisa motong rambut loh, apalagi mijit.”
“Kamu akan ditraining sama
Warti beberapa hari ini, nantinya kamu kerja di salon bukan spa. Pasti
kamu bisa. Dalam seminggu kerjanya enam hari saja, satu hari off, harinya kamu pilih. Untuk gajimu, selama training tiga bulan, aku bayar satu juta per bulan. Gimana?”
Satu juta per bulan? Gusti Allah, akhirnya aku bisa membeli susu untuk Sari. Aku mendekap Sari erat dan mengangguk cepat.
“Baiklah, hari ini kamu langsung training. Nanti anakmu bisa dititipkan di tempat penitipan anak, di ruko sebelah, gratis untuk karyawanku.”
“Iyah, mbak. Terima kasih.”
Hatiku terasa penuh. Akhirnya aku bisa punya uang,
tak mengharapkan lagi uang dari ibu. Ternyata omongan miring tetangga
tentang Warti tak benar, buktinya Warti kerja di salon bukan tempat esek-esek. Ahh, mereka iri aja liat Warti punya banyak uang. Aku tersenyum menatap Sari, ia pun tersenyum memperlihatkan giginya yang belum lengkap.
**
“War, cantik si Yuni, pasti mas Gito mau. Sesuai seleranya,” ucap Nora seraya mengepulkan asap rokok dari bibir merahnya.
“Hehehe, pilihanku tak salah, Mbak. Tubuhnya yang
sintal, rambut hitam panjang, kulit sawo matang, langsing dan lugu,
pasti cocok sama mas Gito. Susah payah loh mbak, aku bujuk Yuni. Kalo
udah deal sama mas Gito, jangan lupa yah mbak komisiku,” tukas Warti.
“Pastilah.”
“Aku ke bawah dulu, mbak. Yuni udah tunggu.”
“Oke.”
------------------
Original Post ada di sini.
Catatan: Struktur cerita udah keren. Unsur kejutan udah ada. Please, perhatikan lagi penggunaan kata yang disambung dan dipisah juga tanda baca. Selebihnya, keren! ^_^
Keep writing!
iya keren pake banget...... nendang gitu loh
ReplyDeleteSepakat ..keren banget..jadi belajar banyak dari FF ini
ReplyDeleteBagus bingits :)
ReplyDelete