Oke, saya sudah siap dibakar berjamaah oleh para fans buku ini dengan menulis review berikut.
Membaca
bagian awal buku ini, disajikan satu per satu penjelasan karakter
masing-masing tokoh. Eh tunggu, ini novel fiksi kan? #ngecekkover. Oh
iya, novel fiksi rupanya. Nah, setahu saya yang namanya novel fiksi itu
menjelaskan karakter novel dengan tiga cara: pemaparan langsung oleh
penulis dalam cerita, dialog tokoh dengan tokoh lain, dialog/monolog
tokoh sendiri. Nah, demikian yang saya peroleh dari bangku perkuliahan.
Jadi udah ga zamannya lagi dong menyediakan satu bab khusus untuk
pemaparan karakter tokoh? Emang ini masih eranya Lupus apa? Saya akan
lebih mengacungkan jempol kalau novel ini memaparkan karakter tokohnya
lewat cerita.
Novel
ini seperti kumpulan quote saja layaknya. Di berbagai halaman dipenuhi
quote2 tokoh terkenal yang (mungkin) disukai si penulis. Satu, dua quote
sih oke. Tapi kalau terlalu banyak, penulis jadi seperti menceramahi
pembaca dengan banyaknya quote yang ia selipkan. Dan lagi, seorang
penulis seharusnya menginspirasi pembaca dengan quote yang ia buat.
Bukan dengan quote-quote orang lain. Oke, bilang saya salah kalau
ternyata di novel ini ada quote yang asli Donny Dhirgantoro. Tapi
quote-nya justru tertutupi dengan banyaknya quote orang lain. Palingan
quote yang saya ingat sampai sekarang adalah 5 cm-nya. Yang lain? Lupa
(saking banyaknya)
Terlalu
banyak dialog ga penting di buku ini. Saya jadi tidak bisa mengambil
inti cerita dari novel ini. Belum lagi dialog-dialog yang tumpah tindih.
Saya sampai memakai metode membaca skimming (cepat) karena ga
pentingnya beberapa dialog dalam novel ini.
Yang
paling bikin saya gregetan adalah editan novel ini. Saya sampai
berpikir, "Astaga, siapa sih editor novel ini?" Banyak sekali tanda baca
yang tidak pada tempatnya, awal kalimat yang tidak dengan huruf
kapital, sampai ke penggunaan tanda baca yang tidak tepat. Sebagai
seorang guru bahasa Indonesia, saya justru miris. Di satu sisi, buku ini
disebut-sebut sebagai Buku Indonesia Sepanjang Masa (di kovernya) tapi
di sisi lain banyak sekali kekurangan-kekurangan dari segi tanda baca
yang saya temukan. Padahal seseorang belum bisa dikatakan penulis yang
baik sebelum mampu menguasai tanda baca dan EYD. Saya jadi berpikir
kalau penulis ini menulis seenaknya saja.
Kembali
ke masalah buku terlaris dan paling banyak dicetak, tampak jelaslah
kualitas bacaan orang Indonesia. Kalau buku kaya gini aja jadi bacaan
favorit, berarti orang Indonesia emang ga suka bacaan yang berat, kan?
Makanya milih bacaan ringan penuh dengan obrolan ga penting seperti
dalam buku ini.
Tapi
meskipun begitu, saya tetap melihat nilai positif dari novel ini. Yah,
oke lah emang di beberapa bagian bikin terharu. Seperti saat upacara di
puncak Mahameru atau perjuangan Ian untuk lulus sidang skripsi. Dari
segi pemaparan latar pun, bisa dibilang lumayanlah. Wajar kiranya,
soalnya Donny mengalami sendiri perjalanan ke puncak Mahameru tersebut.
Terakhir,
saya jadi ingat salah satu bagian dari novel Gerhana Kembar karya Clara
Ng. Salah satu tokoh yang bekerja sebagai editor pernah berkata bahwa novel yang ditulis berdasarkan kisah nyata biasanya gersang.
Andai Donny mau memfokuskan pada bagian-bagian tertentu, tentu novel
ini jadi bernilai lebih. Contohnya kisah cinta beberapa tokoh. Sayang,
beberapa halaman dihabiskan jika akhir dari kisah cinta mereka cuma
dengan begitu saja. Ending-pun tampak dipaksakan. Anak-anak
masing-masing tokoh yang melakukan upacara bendera. Tokoh-tokoh yang
seperti tampak dipaksakan berjodoh dengan tokoh lain (Contohnya Dinda
yang menikah dengan Deniek, pendaki yang Dinda temui di tengah jalan).
Akhir
kata, saya hanya memberikan dua bintang untuk novel ini. Itupun setelah
bermurah hati atas sedikit kelebihan yang dimiliki novel ini. Pesan
saya pada pembaca lainnya, "Jangan tertipu dengan kover sebuah buku atau
reaksi berlebihan orang-orang terhadap sebuah buku. Sebab orang
Indonesia itu latah dan gampang terpengaruh. Salam."
Sent by: Sulung Lahitani
NB:
Bagaimana dengan pendapat Anda, tentu ada yang berbeda atau mungkin sama. Tergantung dari sudut pandang mana kita menilai...
aku tidak suka baca bukunya :P
ReplyDeleteTapi aku suka Film nya
hohohohoo ternyata ini keanehan yang bikin aku gak selesai selesai mbaca :D. kesanku sih waktu itu cuman males, berantakan banget :D
ReplyDeleteklo dilihat dari caranya memotivasi (terutama pecinta alam), saya suka buku ini :D
ReplyDeleteSempet minjem. Tp gak jadi baca. Eh baca awalnya doang. Boring. Filmnya jg blm nongton. Indonesia latah. Ya saya setuju. Krn saya terkadang mjd bagiannya :))))
ReplyDeletehaduuh bener banget! kebanyakan quote plus lagu-lagu yang buat bukunya jadi 'kepenuhan' aku setuju juga sama na'...kayaknya isi bukunya berantakan. aku beli bukunya krna labih suka baca buku daripada nonton film. tapi jadi sebel. ..maaf Mas Dhony yaaa..next book should be better oceh?!
ReplyDeleteaku selesai bacanya, hanya saja endingnya terlalu maksa. apalagi maksa banget mereka punya anak yang sama-sama usianya sama dan melakukan upacara dengan hikmat. aduh, masa hamil mau bareng-bareng? buku keduanya apalagi, nggak selesai bacanya :))
ReplyDeletega pengen baca bukunya dan ga pengen nonton filmnya hahahahahha... ahh, saya emang katrok. Sempet sih bolak balik bukunya kemaren di tokbuk. Tapi entah ya, kayak ga menarik :D
ReplyDeleteWoooghh ternyata.. untung ga jadi beli :P
jadi kesimpulannya?
ReplyDeleteaku berhenti baca bukunya di halaman 20 (kamu hebat, sulung, bisa selesai) dan nonton filmnya karena nemenin anakku aja. jelek.
yang bilang buku dan filmnya bagus itu ikut arus, dan takut dibilang ga gaul :))
Beli bukunya udeh lama karena latah...bilangnya sih bagus tapi sampai hari ini sama sekali belun dibaca...hohoho...
ReplyDeleteBeli novelnya karena latah...sampai detik ini belum dibaca ataupun nonton film...
ReplyDeleteya sudahlah diloakkin aja kalo ga bagus...hohoho
bhahahhaha baru baca reviewnya! wkwkwkwk kirain saya aja yang merasa ceritanya aneh. dulu beli pas masih jaman kuliah. itu juga tanpa rekomendasi dari mana dan siapa pun. pas lagi main ke toko buku, tertarik sama covernya yang hitam olos dan cuma ada judul 5cm doang. pas dibaca, saya kecewaaaaaaa.
ReplyDeletedan beberapa tahun kmudian, kaget setengah mampus kok malah dibikin film dan katanya BAGUS???? -______-
yang menarik dari buku ini di awal adalah warna covernya dan tulisan 5-nya. suka. simpel (seperti buku 2 kan...).
ReplyDeleteSaya sendiri dah lupa bukunya seperti apa pas saya baca karena dah lama banget. Selesai baca kok. :) Saya merasa suka karena membayangkan adegan demi adegan pendakian itu.
Penasaran dengan review Sulung soal buku keduanya Donny, "2".