Kata kunci : Merah
oleh Nadia Pratiwi
Aku tak menyukai warna merah.
Merah yang mengalir dari kulit Ibu ketika Ayah menyayatnya dengan pisau dapur, karena tak memasakkan sambal goreng hati kesukaannya. Merah yang mengalir dari sela-sela bokongku ketika Paman telah memuaskan hasrat dengan alat kelaminnya, lalu memberiku imbalan sebatang permen.
Aku bahkan masih membenci merah ketika dokter mengatakan, "Kalau tanggal lima belas nanti kamu keluar darah, berarti normal."
Aku benci harus mengubah keadaanku di saat aku ingin dicintai dengan apa adanya.
"Jadi ... nanti kalau Herman—maksudnya Hermina, haid, berarti transplantasi rahimnya berhasil?" tanya kekasihku yang dijawab anggukan dokter. "Berarti kami bisa menikah legal dan punya anak?"
***
No comments:
Post a Comment