Thursday, 19 November 2015

Karya Terpilih Prompt #96 : Mata yang Enak Dipandang

sketsa oleh Carolina Ratri


oleh : Ahmad Abdul Muiz

“Kang, kamu ingin kuantar menemui orang-orang yang matanya enak dipandang, bukan?”

Kang Pardi langsung tersenyum dan mengangguk-angguk bahagia.

“Kalau begitu, cepatlah mandi dan pakai parfum. Baju kesayangamu juga sudah kusiapkan di atas kasur. Kamu tak ingin membuat orang itu kecewa dengan penampilanmu yang sudah sebulan tidak mandi, kan?”

Kang Pardi mengangguk-angguk lebih cepat. Senyumnya makin rekah. Lantas ia segera lenyap di balik pintu kamar mandi belakang rumah.

***

Sore itu, kami berjalan-jalan menyusuri jalan setapak di selatan dusun. Kami naik ke atas bukit untuk menyaksikan matahari tenggelam.

“Seandainya matahari adalah bola mata seseorang, pastilah ia bola mata yang sempurna.” Kang Pardi berbicara sambil memandang matahari yang hampir tenggelam.
“Kenapa, Kang?”

“Lihatlah ke barat sana! Matahari mampu menciptakan keindahan yang membuat hati kita bahagia saat memandangnya. Jika matahari adalah bola mata seseorang, ia adalah mata yang enak dipandang.”

Kuiakan saja perkataan Kang Pardi. Dia selalu saja mengeluh tentang dua bola matanya yang asimetris. Bola mata yang kanan terlihat besar dan seakan-akan mau terlepas dari tempatnya menancapkan diri, sedangkan bola mata sebelah kiri terlihat sipit seperti para singkek yang sering kulihat di toko obat di pasar. Meskipun kedua matanya tak enak dipandang, dia adalah satu-satunya lelaki yang mampu membuat dada ini bergetar dan membuatku nyaman di sampingnya.

Dalam perjalanan pulang, kami saling diam. Aku membayangkan, akan seperti apa jika Kang Pardi memiliki kedua bola mata yang simetris dan sempurna. Yang pasti, dia akan sangat bahagia.

“Ningrum, tunggu dulu!”

“Ada apa, Kang?”

“Lihatlah apa yang aku temukan ini! Ini sangat indah.”

Meski hari sudah gelap, kulihat mata Kang Pardi berbinar, disinari cahaya dari toples kecil yang ia pegang. Kutajamkan penglihatanku untuk melihat apa isi toples itu. Aku bergidik ngeri. Dua bola mata indah berwarna biru terlihat melayang-layang di dalamnya.

“Letakkan, Kang! Itu bukan milik kita.”

“Ini namanya barang temuan. Lagi pula, ini indah sekali. Bola mata yang sempurna, seperti matahari.”
Kuputuskan untuk diam, mengiakan saja. Aku tak tega melihat kebahagiaan di mata Kang Pardi hilang begitu saja.

Tiap malam, dipandanginya dua bola mata yang bercahaya itu. Kang Pardi akan mematikan lampu kamar lebih awal, karena bola mata itu akan terlihat lebih indah ketika berada dalam gulita.

“Ningrum, ketika kupejamkan mata nanti, tolong letakkan bola mata biru ini di atas kelopak mataku, ya. Siapa tahu, keindahannya akan berpindah ke mataku.”

“Tapi, Kang… kamu tak usah berpikiran macam-macam. Syukuri apa yang kamu punyai saja.”

“Sudah, kamu manut saja sama aku.”

***

Dua bola mata yang asimetris itu kini tergeletak di dalam toples. Berkedip-kedip, tak henti meneteskan air mata.

“Ningrum, ayo kita berangkat!”

Air mataku meleleh, melihat Kang Pardi yang menggapai-gapai udara mencari keberadaanku.

“Kang….” suaraku terdengar serak, seperti ada sesuatu yang meledak di dadaku, lalu menyumbat tenggorokanku. “Kang, kamu makan dan minum dulu, ya. Biar nanti kuat di perjalanan. Pemilik mata yang enak dipandang pasti akan sedih kalau melihat tubuhmu lemas.”

Kang Pardi makan dan minum dengan lahap. Dia tidak tahu, aku telah mencampurnya dengan obat tidur. Semoga dalam mimpi, kamu bertemu dengan pemilik mata yang enak dipandang, lalu menukar kembali matamu dengan matanya, Kang.

Cerita asli DI SINI

Meski memiliki beberapa lubang dalam cerita, semisal : siapa orang-orang yang dimaksud Ningrum di bagian awal cerita, perubahan genre yang terasa mendadak, dari realis menjadi sureal dan sebaliknya, cerita ini punya pesan moral yang indah agar setiap kita mencintai diri sendiri. Pesan yang patut jadi renungan bagi kita semua.

Baca juga karya teman lainnya ya. Selamat saling berkunjung. :)

Liek - Rendezvous
Ruby Astari - Mata Biru Felicity
Red Carra - Mata yang Enak Dipandang
Sariv Seva - Kejutan untuk Pukang
Zen Ashura - Mata yang Mereka
Erin Friyana - Pengakuan

Glowing Grant - Tukar Tambah

1 comment:

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *