Thursday 11 August 2016

Karya Terpilih Prompt #122 : Kembang Api dan Sebuah Permohonan


oleh Glory Grant

Jalanan begitu lengang saat aku pulang sekolah. Tak biasanya begini. Biasanya banyak pedagang kaki lima berjualan di sekitar sekolah. Atau… apakah aku yang terlampau siang keluar dari sekolah?

Ah, jika memikirkan tentang pulang… rasanya aku tak ingin pulang dari sekolah. Tidak seperti anak lainnya, aku lebih baik mengerjakan sesuatu di dalam kelas sampai sore daripada harus pulang cepat ke rumah. Aku tak suka pulang cepat seperti hari ini. Aku benci harus menghadapi ibu tiri yang suka memaki, juga saudara-saudara tiri yang selalu iri.

Seandainya aku bisa, aku ingin ikut ibuku ke surga. Aku ingin pergi bersama beliau. Aku mengutuk diriku sendiri karena selamat dari kecelakaan itu. Aku benci ayah yang memilih bibi tetangga untuk merawatku.

Aku menatap batu bata yang tersusun di trotoar jalan. Tiba-tiba perutku berbunyi. Aku lapar. Sejak pagi aku belum makan. Tapi untunglah tadi sahabatku, Rika, memberiku sebungkus roti. Aku mengeluarkannya dari dalam tas.

“Nak, bisa tolong Nenek?” Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku saat aku sedang membuka bungkusan roti. Aku menoleh dan melihat seorang nenek berpakaian lusuh sedang membawa sebuah tas rotan di tangannya.

“Apa yang bisa kubantu, Nek?” tanyaku.

“Nenek belum makan dari kemarin. Bisakah kamu memberikan roti itu untuk Nenek?”

Aku memandang roti di tanganku. Lalu memandang wajah nenek yang begitu pucat itu. Pastilah perut beliau sangat sakit saat ini. Kuputuskan untuk memberikan roti itu padanya. Aku masih bisa makan malam nanti jika ibu tiri tidak kumat kejinya.

“Ini, Nek,” kataku sambil menyerahkan rotiku pada beliau.

“Terima kasih, Nak. Kau sungguh baik. Apa yang bisa Nenek lakukan untukmu?” tanyanya.

“Ah, tak perlu membayarnya, Nek. Itu buat Nenek. Nggak apa-apa,” jawabku.

“Kalau begitu terima kasih banyak, ya. Nenek memang tak punya uang,” kata beliau. “Tapi… nenek punya kembang api,” lanjut nenek itu sambil mengeluarkan sekotak kembang api dari balik jaket lusuhnya.

“Ini untukmu,” katanya. “Oh, ya. Ini juga untukmu,” lanjut nenek itu sambil menyerahkan tas rotannya padaku.

“Apa isi tas ini, Nek? Sepertinya barang berharga. Aku tak bisa menerimanya jika memang demikian,” tolakku.

“Kau pasti akan membutuhkannya. Bawa saja, Nak. Tidak apa-apa,” kata nenek itu.

Akhirnya aku mengambil barang yang diberikan nenek aneh itu. Setelah itu aku kembali berjalan pulang.

Tiba di rumah, aku mendengar suara piring pecah dan suara makian ibu tiriku. Dengan gemetaran, aku membuka pintu rumah. Ada apa lagi ini?

“Heh, sudah pulang rupanya? Jam berapa ini?” hardik ibu tiriku begitu aku masuk.

“Maaf aku terlambat,” jawabku.

“Apa yang ada di tanganmu itu? Kau habis mencuri, ya?” tanyanya.

“Tidak, Bu. Aku bertemu seorang Nenek di jalan pulang. Beliau memberikanku ini karena aku memberinya roti,” jelasku.

“Roti? Jadi, selain mengambil tas dari seorang nenek, kau juga mencuri roti? Hebat benar anak ini!”

“Aku tidak mencuri, Bu,” kataku.

“Jangan bohong!! Cepat masuk kamarmu! Apa kau pikir aku bodoh? Mana mungkin ada orang yang mau memberikan tasnya pada anak sepertimu!”

* * *

Tak terasa hari sudah malam. Selama itu aku menangis. Dalam gelap, aku mendengar suara berisik dari dalam tas rotan pemberian nenek tadi siang. Aku mendekati tas itu lalu membukanya. Aku terkejut saat melihat dua ekor kelinci putih di dalam tas. Mereka melompat ke pangkuanku saat tas terbuka. Aku mengelus-elus kepala mereka.

“Karin, jangan menangis lagi ya!” Salah satu kelinci itu berbicara.

“Kau bisa bicara?” tanyaku tak percaya.

“Kami adalah kelinci ajaib, Karin,” jawab kelinci satu lagi.

“Ayo kita keluar dan nyalakan kembang api pemberian nenek,” ajak si kelinci.

“Tapi, bagaimana kalau ketahuan ibu tiriku?” kataku.

“Tenang saja, dia tak akan tahu,” yakin si kelinci.

Benar saja kata mereka. Aku keluar dari rumah dengan mudahnya. Kedua kelinci itu berlarian di halaman rumput belakang rumahku. Aku bergegas menyalakan kembang api.

“Saat kembang api menyala, buatlah sebuah permintaan,” kata  si kelinci.

“Apakah permintaanku bisa terkabul?” tanyaku.

“Tentu saja, jika kau memintanya sepenuh hati,” jawab si kelinci.

Dan, begitu kembang api menyala, aku memejamkan mata dan membuat sebuah permohonan.

* * *

“Nona, hari ini mau makan apa? Nanti ibu masakkan, ya.”

“Eh, Dik. Tasmu berat, kan? Biar kakak yang bawakan ya?”

“Ke sekolah nanti biar mbak yang antar. Jangan berjalan kaki!”

“Ayo berangkat!” kataku pada saudara-saudara tiriku. Kemudian aku melambaikan tangan pada ibu tiriku. “Pergi dulu, ya, Bu!”

Kini mereka semua berubah menjadi baik padaku. Senang sekali karena permohonanku bisa terkabul.

**
Cerita yang manis. Aku senang karena penulis -meski kisah ini berbalut nuansa dongeng- memilihkan sebuah ujung yang sederhana, tidak berlebihan. Selamat. :)

Baca juga cerita yang lainnya, ya.

1. Glory Grant - Kembang Api dan Sebuah Permohonan
2. Sarif Seva - Putih-Putih















No comments:

Post a Comment

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *