Oleh: Orin
Perihal Samsudin yang masih saja melajang di usia sekian, selalu
menjadi perbincangan hangat bagi warga kampung. Lelaki itu memang tak
seberapa tampan, tapi tidak bisa juga dikatakan buruk rupa. Giginya
lumayan teratur bersembunyi di dalam mulut, hidungnya memiliki dua
lubang seperti seharusnya, alisnya pun berbulu meski tak seperti
serombongan semut yang tengah berbaris. Intinya, dia cukup rupawan untuk
bisa mendapatkan seorang perawan.
Maka saat Sam betah melajang hingga rambutnya beruban, hal itu
membuat warga kampung menduga yang tidak-tidak. Misalnya saja, lelaki
itu memiliki burung yang tak sanggup berdiri. Atau, yang lebih kejam dan
sedikit menjijikkan, Samsudin hanya terpikat pada sosok manusia yang
berjenis kelamin sama dengan dirinya.
Kedua praduga itu tentu saja sampai juga di telinga Samsudin. Tapi
bak seorang sufi yang tak lagi peduli urusan duniawi, Sam hanya
tersenyum tanpa mengiyakan atau pun menyangkal. Terkadang tetua kampung
berani bertanya kenapa dia tak juga menikah, dan dia hanya akan menjawab
dengan kalimat basi semacam “mungkin belum waktunya”, atau “belum
ketemu jodohnya” dan kemudian minta didoakan. Tapi jika yang bertanya
anak muda kepo yang tak tahu adat, biasanya Samsudin akan membalas
dengan kalimat pedas yang sedikit panas seperti : urusi saja urusanmu
sendiri!
Hanya padaku dia berani bercerita. Konon karena aku mengingatkannya
pada masa lalu yang ingin dilupakannya. Saat malam terlelap seringkali
dia datang, lengkap dengan sekarung air mata dan bergelas-gelas kopi
yang baru habis menjelang pagi. Mari kuceritakan rahasia Samsudin
padamu, kau tidak akan menceritakannya pada siapa pun lagi, bukan?
Begini rahasianya.
Dulu, dia pun memiliki separuh sayap yang tertempel di punggungnya.
Seperti lelaki lainnya yang terlahir di semesta, sayap itu kelak akan
menemukan pasangannya. Keduanya akan hidup bersama, hingga jika tiba
saatnya, sepasang sayap itu akan mengepak hingga ke surga.
Tapi Samsudin belia terjerat jaring perak laba-laba yang membuat
sayapnya rusak, bulunya tanggal helai demi helai, perlahan patah, untuk
kemudian hilang menguap mengasap seluruhnya. Begitulah. Sam terpikat
pesona nyonya-nyonya kaya yang akan memberi segala yang dia minta dengan
suka cita. Tugasnya mudah belaka, Sam hanya harus menukar semua itu
dengan membiarkan nyonya-nyonya kesepian itu menikmati dirinya.
Meskipun tentu saja, Sam tak bisa selamanya muda, dan lelaki yang
mulai menua tak lagi menarik bagi nyonya-nyonya. Terlampau terlambat
bagi Sam untuk menyelamatkan sayapnya, dia mengerti, tak ada perempuan
yang sudi menerima separuh sayap yang telah hilang. Maka demikianlah,
Samsudin menjelma lelaki dalam kisah yang sedang kau baca ini.
Siapa aku, tanyamu? Jika kau sungguh ingin tahu, pergilah ke rumah
Samsudin, kau akan menemukanku di salah satu sudut langit-langit
kamarnya, bersusah payah memintal jaring mencoba memikat seekor-dua ekor
nyamuk yang tersesat.
***
Huwaaa! Memilih karya Flash Fiction kali ini cukup bikin puyeng, soalnya keren-keren semuanya! Selamat untuk Teteh Orin! Saya suka cara berceritanya yang unik. Meski twistnya tidak berkaitan dengan inti cerita, tapi diksi dan penulisan yang rapi membuatku menikmati dari awal hingga akhir. Dua jempol! Langsung japri aja ya Teh untuk nomor HPnya!
Baca juga ya, karya-karya jempolan lainnya:
1. Red Carra - Laba-laba di dalam Mataku
2. Jampang - Sayap yang Patah, Hati yang Terbelah, dan Jaring Laba-Laba yang Lemah
3. DaengHar - Cerita Lama dari Teman Lama
4. Nanae Zha - Laba-Laba Tak Bersayap
5. Ruby Astari - Sayap Patah Bidadari Cilik
6. Hana Aina - Jerat Lara
7. Ok Yunbi - Bayang
8. Ikhwan Setiawan - Mutant War
9. Choco Vanilla - Renjana Cinta
10. Zen Ashura - Tentang Rindu
11. Grant Gloria - Surat Buatmu
No comments:
Post a Comment