Thursday, 20 August 2015

Karya Terpilih Prompt #84 : Jujur



oleh Fajar Utomo

Aku sedang menonton televisi yang menyiarkan berita tentang para koruptor dan para politikus yang merugikan negara saat tiba-tiba Ayah berteriak, memanggilku dari ruang kerjanya. Bergegas, kuturuni tangga kayu dengan kaki-kaki kayuku.

“Ada apa, Yah?” kataku saat kubuka pintu ruang kerja Ayah.

Mataku terbelalak melihat apa yang ada di sana. Aku tak menyangka! Selama ini saat aku bertanya pada Ayah tentang apa yang ia kerjakan di ruang kerjanya, ia selalu berkata bahwa ia sedang mengerjakan proyek besar-besaran. Aku tak tahu awalnya sebesar apa proyek itu. Tapi kini saat kulihat sendiri, Bam! Pantas saja Ayah jarang keluar. Ia benar-benar sibuk nyatanya.

“Bantu Ayah memindahkan boneka-boneka ini ke ruangan itu.”

“Astaga! Bonekanya banyak sekali, Yah.”

Ayah hanya mengangguk.

Aku membantunya mengangkat boneka pertama ke ruang bawah tanah. Sebetulnya, ruang kerja Ayah sudah di bawah tanah. Tapi aku sendiri baru tahu Ayah membangun ruangan baru di tanah yang lebih bawah lagi. Ah, bagai roti isi saja rumah kami. Berlapis-lapis.
Dan di dalam ruangan itu, ternyata masih banyak lagi boneka-boneka yang jumlahnya mungkin...

“Ribuan. 7.777 totalnya.”

“Astaga! Ini banyak sekali. Siapa yang memesan boneka sebanyak ini, Yah?”

“Tidak ada.”

“Lalu, boneka sebanyak ini untuk apa?”

“Untuk dijadikan seperti dirimu, Nak.”

“Aku?”

Ayah tersenyum. Aku tak mengerti, melongo bagai boneka tak bernyawa.

“Kau adalah karya Ayah yang paling berharga, Pinokio. Bayangkan, jika dunia ini diisi dengan orang-orang seperti dirimu. Dunia ini akan damai.”

“Maksud Ayah?”

“Boneka-boneka ini akan Ayah hidupkan. Namun dengan satu syarat. Saat mereka berbohong atau bersikap tak jujur, mereka akan menderita.”

Aku hanya diam bak potongan kayu. Mataku hanya memandang ribuan boneka yang disusun rapi seperti tentara yang berbaris ini sembari mengingat masa laluku saat aku masih kanak-kanak. Saat-saat di mana hidungku tiba-tiba memanjang kala aku berbohong.

“Ini, perkenalkan, namanya Onesto.” Ayah membelai salah satu bonekanya. “Kepalanya akan membesar jika ia berbohong. Yang itu, namanya Honesty. Dia akan sakit perut kalau tak jujur. Dan yang di sebelah sana namanya HonnĂȘte, ia akan muntah darah jika ia berbohong. Menyeramkan kan kedengarannya? Tapi memang begitulah caranya agar mereka tetap jujur.”

“Apakah mereka akan Ayah—“

“Sebar ke seluruh dunia. Mengapa? Karena dunia ini sudah krisis orang jujur, Nak.”

“Tapi, untuk menghidupkannya bukankah kita butuh mantra dari Peri Biru?“

“Benar. Itu dia. Ayah sudah memesan jasa Peri Biru dari sebuah situs di internet. Ayah juga sudah bayar biayanya. Janjinya siang ini, tapi kenapa dia belum datang, ya?”

Mendengar perkataan Ayah, aku jadi tertawa kecil.

“Ah, Ayah seperti tidak tahu saja. Di internet itu banyak orang tidak jujur. Dan dialah salah satunya.”

Kini giliran Ayah yang bungkam.


Cerita asli DI SINI

***
Cerita yang cukup menggelitik. Dongeng klasik yang dipadukan dengan 'masa depan' cukup berhasil penulis sampaikan. Semua kejadian punya alasan - sebombastis apa pun, tetap saja ada alasannya. Yang sedikit 'mengganggu' adalah dari mana 'Aku' tahu kalau Peri Biru (dari internet) adalah orang tak jujur? Hari belum berganti, kan? Bisa saja Peri Biru terjebak macet. ;) 






No comments:

Post a Comment

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *