Saturday 28 March 2015

Catatan Kaki dalam Kepenulisan

Oleh: Nadia Pratiwi


Penggunaan bahasa asing atau istilah asing lain dalam novel fiksi memang tidak otomatis langsung dipahami oleh beberapa kalangan pembaca—atau mungkin sebagian besar pembaca. Apalagi jika bobot yang diusung cukup berat, semisal novel sains fiksi atau novel fantasi. Oleh karena itu, sebagian penulis memanfaatkan footnote atau catatan kaki untuk memberikan penjelasan tersebut pada pembaca. Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita kenali dulu tentang catatan kaki.

Sejarah Singkat Mengenai Catatan Kaki pada Fiksi

Adalah Eric Auerbach—profesor dari Jerman yang mengajar bahasa Perancis kuno, Provençal kuno dan Italia kuno—orang paling terkenal pada masa itu yang menulis roman berbahasa asing non-Inggris berjudul “Mimesis” di Istambul selama pengasingannya di masa Perang Dunia II. Ketika edisi bahasa Inggris dari Mimesis keluar, novel tersebut tidak dilengkapi dengan catatan kaki, bibliografi, atau bahkan kutipan narasumber. Hanya ada keterangan ‘ditulis di Istambul antara Mei 1942 dan April 1945’.

Pada era 1970-an, di mana terjadi masa transisi dalam pendidikan sastra dunia, banyak pelajar menyadari di masa pendidikan mereka, studi sastra hanya menggunakan satu bahasa saja, dibanding pada era Auerbach. Sehingga, proses penelaahan Mimesis pun menjadi sukar bagi mereka. Kemudian, para pengikut Neogrammarian Jerman mulai tertarik pada kebenaran mutlak—sesuatu yang hanya dapat dibuktikan dengan sisipan catatan kaki. Menurut pendapat mereka, bagaimana mungkin sebuah karya bisa ditulis tanpa bantuan perpustakaan atau narasumber. Padahal pendidikan di era tersebut menuntut segala sesuatunya bisa dibuktikan secara ilmiah.

Pada 1991, Salman Rushdie menerbitkan novel pertamanya yang berjudul ‘Haroun and The Sea of Stories’. Buku tersebut didedikasikan Rushdie untuk anak lelakinya yang tidak pernah ia temui, karena ia mengucilkan diri dari lingkungan sekitar. Pada saat itu, banyak yang mengaitkan Haroun dengan Arabian Nights atau The Thousand and One Nights, namun, karena tidak ditemukan indikasi yang cukup kuat, maka novel itu dianggap sepintas mirip saja. Pada review Haroun, para kritikus menilai Rushdie mengikuti gaya ‘medieval’ Auerbach yang tidak menyisipkan catatan kaki di ceritanya. Mengingat kondisi kesehatan Rushdie, ditambah dengan banyaknya pembaca anak yang tertarik pada buku tersebut, buku Rushdie dianggap sebagai hiburan baru dan pembawa pesan moral, meski keluar dari aturan baku sastra.

Menyusul kesuksesan Rushdie, nama-nama lain bermunculan dari penjuru Amerika dan Eropa, membawa kembali gairah fiksi tanpa catatan kaki yang pernah dipopulerkan Auerbach. Kemajuan zaman memaksa para pendidik dan institusi kesusastraan untuk menerima konsep fiksi tanpa catatan kaki sebagai bagian dari keilmuan mereka.

Fungsi Catatan Kaki
1. Menjelaskan latar belakang suatu kejadian atau peristiwa (biasanya terjadi pada masa lampau) dengan lebih spesifik.
2. Memberi keterangan lebih lanjut mengenai kata asing.
3. Menunjukkan cara membaca (berkaitan dengan poin nomor dua).
4. Menyisipkan sumber referensi, jika kita mengutip dari buku lain.

Dalam bacaan nonfiksi, seperti buku teks kuliah atau buku-buku keilmuan lain, footnote menyediakan latar belakang tambahan dan biasanya di luar materi yang sedang di bahas. Kebanyakan pembaca cenderung melewati bagian footnote dan membaca kembali ketika mereka telah menyelesaikan satu bagian, agar bisa lebih fokus mempelajari bab tersebut. Sayangnya, hal tersebut tidak bisa dilakukan pada bacaan fiksi. Ketika kita melewati footnote pada bacaan fiksi, maka jalan ceritanya akan terasa datar dan mungkin sedikit membingungkan. Selain catatan kaki yang terlalu panjang akan membuat pembaca cepat jenuh, hal tersebut juga bisa membuat konsentrasi kita dalam mencerna cerita jadi berkurang.

Lantas, apakah catatan kaki harus dijauhi? Tentu saja tidak. Catatan kaki dibuat untuk tujuan tertentu, bukan? Berikut akan saya bagikan tips dan trik untuk mengakali penggunaan catatan kaki, atau bahkan kita bisa membuat cerita pendek dari kumpulan catatan kaki.

1. Sisipan Bahasa Asing
Tidak semua bahasa asing hanya bisa dijelaskan dalam catatan kaki. Berikut akan saya berikan contoh penjelasan bahasa asing tanpa harus dimasukkan dalam catatan kaki.

Beihito meletakkan tangannya di pundak Iza. “Spera,” katanya.
Tapi Iza tidak yakin dia ingin berharap.
Carrie Ryan – Bougainvillea, dalam antologi Zombies vs Unicorns.

“Und dann sah ich ihn in den Wandschrank gehn and ich wusste, dass ich ihn dort einschliessen musste um dann die Stufen hin untergehen zu koennen,” Katanya, dan harus kuakui, mengunci agen yang mengikutinya di dalam lemari pada lantai teratas Monumen Washington adalah ide terhebat Anna, tapi aku sedang tidak berminat untuk mengambil pelajaran.
Ally Carter - Gallagher Girls 02 – Cross My Heart and Hope to Spy

2. Cerpen Catatan Kaki
Saya menemukan cerpen ini dari forum sebelah, dikutip dari The Magazine of Fantasy & Science Fiction, edisi Agustus 2001. Cerpennya dalam bahasa Inggris, tapi karena saya memerlukan izin hak cipta dan lain sebagainya untuk menerjemahkan cerpen ini, maka saya bagikan tautannya saja pada teman-teman semua. Cerpen ini berjudul Footnotes, ditulis oleh CC Finlay. Berikut saya kutip dari situs resmi milik CC Finlay.
http://www.ccfinlay.com/footnotes.html

Sumber Pustaka:
Bougainvillea oleh Carrie Ryan dalam antologi Zombies vs Unicorns
Ally Carter - Gallagher Girls 02 – Cross My Heart and Hope to Spy
Esai Writing Without Footnotes oleh Maria Rosa Menocal, State University of New York at Birminghamton.
http://lanternhollowpress.com/2010/11/11/you-know-youre-a-historian-when-you-footnote-your-fiction/
http://onbeinganauthor.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *