Tuesday, 7 October 2014

Senin Berpuisi. Keping Sepuluh : Asmara



Selamat ‪#‎SeninBerpuisi‬, para Pengukir Aksara.
Inilah cinta di atas cinta. Belum pernah kurasa sebelumnya. Sesaat setelah kurasa tubuhmu di dalam tubuhku. Aku dipenuhi ASMARA, dari ujung kaki ke ujung kepala. Meski belum kutahu rupamu seperti apa. ‪#‎topikpuisi‬

Selamat merangkai kata. Jalinan aksara ditunggu hingga esok bayang-bayang tegak bagai tugu batu. Jangan lupa periksa About Us untuk syarat-syarat lengkapnya.

Salam.

All Sarifudin
Aromanya menggelora bagaikan alunan lagu dangdut artis ternama. Membuncah sesaki dada. Aku suka, karenamu aku bisa bahagia.

Edmalia Rohmani
Hai kamu yang teronggok di sudut hatiku
Ya kamu yang sekian tahun terabai di balik mimpi
Ya kamu yang sebentar lagi terbakar api
Kemarilah wahai asmara kudekap engkau hingga habisnya bara

Isyia Ayu
Pada tegak tiang pancang di ujung musim,
pernah kuteriakkan sebuah nama.
Namun ia bergeming.
Asmara, katanya, hanyalah sekelumit dosa yang tak sengaja tergores
dalam pusaran waktu.

Carolina Ratri
Cinta itu, Tuan, katanya tak berbatas ruang.
Cinta itu, Tuan, katanya tak harus dilogika.
Tapi, mengapa hatiku remuk, Tuan.
Alasan apa yang akan kau utarakan kini?
Dan membiarkanku membusuk karena luka-luka ini.

Mechta Deera
Ketika asmara bermuka dua
ada banyak luka tercipta
karena setia hanya penghias bibir semata
dan dusta demi dusta dirangkai dr masa ke masa
namun herannya, masih saja banyak hati yang coba mendua

Nina Nur Arifah
Dalam peluk dan kecupmu
Nafsuku membara
Hatiku mendura
Inikah yang kau sebut asmara?

Nina Nur Arifah
Denganmu, cinta hanya sekadar kata
Tiada pernah menjadi kita.

Nina Nur Arifah
Kamu adalah sebaris rindu yang berdentum di penjuru kamar.
Aku hanyalah seutas sapa
bersembunyi di balik bayang samar.

Dian Farida Ismyama
Dentum asmara menggelora di relung jiwa.
Menyatukan kepingan tanda tanya.
Kau yang namanya terucap di setiap mimpi.
Jelas sudah hanya fatamorgana.

Dila Miftah
Aku bahkan tak berani memimpikanmu. Mengingat namamu saja aku terbakar rindu. Jika asmara begitu membuatku candu . Maka biar kupasrahkan saja rasa ini meluruh dalam doaku.

Edmalia Rohmani
Senja meremang gulana
Terpancar di binar mata
Hati merepih perih
Menyabda namamu lirih
ASMARA
Bilakah kurasa jua?

Nina Nur Arifah
Asmara itu tandu
Kita adalah jiwanya
Berayun bersama
Hingga khianat itu menghadang
Engkau terpelanting dan terbang
Tinggallah hatiku rapuh menggersang.

Dila Miftah
Sejak sering merindukanmu, aku jadi sesendu senja. Ya, aku mulai mengagumi senja. Menyeka rindu dalam baris aksara. Mungkin jika bagi pujangga, senja adalah nyawa, maka kaulah detak jantungnya.

Nina Nur Arifah
Lilin temaram telah mendampingi seiris rindu di atas piring hasrat berdebu
Untuk sekali saja...
Lupakan lelah dan gelisahmu, Sayang
Malam ini, kita rayakan asmara yang telah lama tergusur peluh ripuh.

Nina Nur Arifah 
Asmaraku bisa menghunjam
Seperti panah Hrusangkali yang menewaskan Bisma sang resi.
Asmaraku bisa membakar
Seperti Madri yang rela terpanggang api demi menjemput Pandu yang telah mati.
Asmaraku bisa jatuh tak berdaya
Seperti Drupadi yang tak punya harga diri di atas meja judi.

Indah Kanaya
Malam tak pernah bosan menghadirkan wajahmu.
Pagi pun bersetia melafalkan satu persatu aksaramu.
Begitulah rindu mengungkungku hingga tak lagi ada sela selain dirimu.

Indah Kanaya
Selalu ada yang takbisa dibuat pura-pura. Rindu dan pias semu pada wajah ketika berjumpa denganmu.

Carolina Ratri
Selamat bertualang asmara, wahai Puan.
Rindunya berbias di titik hujan.
Kau lihat, di balik bayang lampu itu?
Namun hati-hatilah terhadap api.
Tampak laksmi menggodamu.
Tapi sesungguhnya ada dosa tercermin dalam sepi.

ChocoVanilla
Nikmatnya laksana candu, membuai dan merayu. Adakah sekali lagi ku tertipu, pada suguhan asmaramu?


Pekan ini puisi-puisi molek membanjiri ruangan kata. Aku buncah untuk memilih. Kalian semua perangkai kata nan azamat. ~ admin



No comments:

Post a Comment