Review oleh: Rinrin Indrianie
Judul Buku : Semusim, dan Semusim Lagi
Penulis : Andina Dwifatma
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2013
Tebal : 232 halaman
ISBN : 978-979-22-9510-8
Penulis : Andina Dwifatma
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2013
Tebal : 232 halaman
ISBN : 978-979-22-9510-8
Sebagai pemenang pertama
Sayembara Novel DKJ tahun 2012, novel Semusim, dan Semusim Lagi milik
Andina memang juara, mampu memukau pembaca bahkan sejak paragraf pertama.
Sehari
setelah dinyatakan lulus SMA, aku menerima dua lembar surat. Yang pertama
adalah surat dari universitas swasta tempat aku mendaftar sebagai mahasiswa
jurusan Sejarah; sisanya amplop cokelat tipis persegi panjang. Di depannya
tertulis “Kepada… (namaku) Di…. (kota tempatku tinggal)”. Tanpa nama pengirim.
Nama dan alamatku pun tidak ditulis tangan, melainkan diketik rapi di atas
sepotong kecil kertas polos. (halaman 1)
Keunikan pertama langsung terasa di
kalimat-kalimat pembuka, bahwa si ‘aku’, tokoh utama dalam novel, tidak pernah
menyebutkan siapa namanya. Seperti Gadis Pantai-nya
Pramudya Ananta Toer, novel ini juga tetap merahasiakan si tokoh ‘aku’ hingga
cerita berakhir.
Semusim, dan Semusim Lagi berkisah
tentang si ‘aku’ yang berhijrah ke kota S demi menemui ayahnya yang konon
sedang sakit keras. Di sana dia bertemu dengan J.J. Henry –sahabat sekaligus
teman bisnis ayahnya, Muara putra J.J. Henry (lelaki yang dijatuhi cinta oleh
‘aku)’, hingga Oma Jaya sang tetangga dengan Sobronnya -si ikan mas koki- yang
konon adalah reinkarnasi dari suami Oma Jaya yang usianya 25 tahun lebih muda.
Meskipun berisi
narasi-narasi panjang, pilihan diksi
yang tidak biasa membuat penjelasan detail tersebut tidak membuat bosan
pembaca. Misalnya saja dalam beberapa kutipan berikut, saat penulis menjelaskan
berbagai tokoh lainnya yang terlibat dalam novel.
Dan
mata J.J. Henri yang bersinar di balik kacamata bergagang motif tempurung
kura-kura, tampak hangat dan membuatku merasa aman, hal yang tidak pernah
kurasakan saat bertemu dengan orang baru. (halaman 39)
“Yang kutahu, ayahmu sudah seperti ayah
sendiri bagiku.” Belakangan kusadari mengawali kalimat dengan ‘yang kutahu’
adalah gaya bicara khas Muara. (halaman 82)
Tokoh ‘aku’ yang memang
ingin kuliah di jurusan Sejarah, merupakan bonus tersendiri karena pembaca
diberitahu melalui cerita dan bahasa yang mudah dicerna, beberapa sejarah yang
mungkin hanya akan bisa diketahui jika membaca buku ensiklopedia.
Aku
mengangguk. “Yoshida Kanemoto, tokoh peletak dasar agama shinto di
Jepang, yang juga disebut Shinto Urabu, pernah bilang bahwa Jepang adalah
akar-akar dan batang. China adalah dahan dan daun-daun, sedangkan India adalah
bunga-bungan dan buahnya. Dari semua hukum, agama Buddha adalah bungan dan
buah. Konghucu dahan dan daun-daunnya, sedangkan Shinto akar dan batang. Jadi
semua ajaran asing adalah cabang-cabang dari Shinto.” (halaman 46)
… Jadi
aku berbicara: pada abad ke-17, para biarawan Capuchin dari Austria mencapur
kopi dan susu untuk pertama kalinya dalam perjamuan minuman tradisional untuk
bangsa Turki. Untuk menghormati penemuan tersebut, dan karena warna minumannya
kecokelatan mirip warna jubah para biarawan Capuchin, disebutlah minuman itu cappucino.
(halaman 79)
Keunikan lainnya, meski
cenderung tanpa konflik berarti, plot yang mengalir lamban dan tenang seolah
mengikat pembaca, karena setiap adegan telah memiliki fungsinya sendiri,
membuat pembaca terhipnotis di setiap momennya.
Terakhir, selain
narasi-narasi panjang yang rupanya telah menjadi ciri khas novel ini, pembaca
juga bisa menemukan kalimat-kalimat pendek penuh sarkasme yang –menurut saya-
cerdas.
Tapi
barangkali itu tidak penting, karena bagaimanapun caranya mati toh tetap mati.
(halaman27)
Malamnya, aku bermimpi lahir kembali sebagai tahi sapi.
(halaman 125)
Aku
mengerang. Pasti ini jenis pusing yang sulit diusir, seperti salesman
kartu kredit. (halaman 127)
Jika Anda menginginkan
bacaan yang berbeda, Semusim, dan Semusim Lagi layak
menjadi pilihan.
Yes... yes.. yes...
ReplyDeleteBaca ini jadi pengin baca bukunya. Kabar baiknya saya punya bukunya. Belum dibaca aja :D
Beberapa waktu lalu aku cari di Gramedia dah gak ada :(
ReplyDelete