oleh : AA. Muizz
“Apa enaknya pakai high heels? Gue make seharian aja kakiku udah pegel nggak karuan, ditambah lecet-lecet yang membuatku jalan tertatih-tatih,” ujar Caroline kepada Ratri, teman kantornya yang selalu memakai high heels ke mana pun pergi. Koleksi high heels-nya sudah lima puluh lebih. Setiap kali gajian, kewajiban pertamanya adalah membelanjakan gaji itu untuk membeli high heels.
“Lo aja yang nggak tahu seninya make high heels. Selain membuat penampilan lebih seksi, make high heels juga bisa menjaga mood tetap bagus, tau?!” Ratri menjawab ogah-ogahan. Temannya yang satu itu memang sering sekali menanyakan hal itu kepadanya. Apalagi kerjaan kantor hari ini sudah cukup membuatnya letih dan pusing. “Gue duluan, ya.”
“Lho, nggak nunggu jemputan dari suami lo?”
“Suami gue lagi ada kerjaan di luar kota.”
“Tunggu!” Ratri yang sudah beranjak meninggalkan kantor berhenti mendengar teriakan Caroline. “Temani aku beli es krim sundae di kedai es krim depan, yuk!”
Ratri mengangguk. Lagi pula, wanita itu perlu mengenyahkan rasa lelahnya dengan makan makanan yang dia gemari. Es krim sundae strawberry, misalnya.
Pergi ke kedai es krim pada jam pulang kantor seperti ini, harus bersiap untuk mengantre panjang. Caroline berdiri di samping Ratri. Sebenarnya, salah satu dari mereka bisa aja menunggu di salah satu kursi kedai. Namun, rasanya tak tega jika membiarkan temannya berlelah-lelah mengantre demi teman yang lain.
Setelah sepuluh menit mengantre, tiba-tiba ada tangan yang menghampiri bokong Ratri. Refleks, Ratri mencopot sepatunya dan memukulkannya ke lelaki yang telah berbuat kurang ajar itu.
“Dafuq!” umpat Ratri. Mata para pengantre tertuju kepada Ratri yang kini memasang wajah sangar karena merasa telah dilecehkan.
“Yeay, Ratri hebat!”
“Itu dia, Car, fungsi lain dari high heels. Lebih mantep buat memukul lelaki kurang ajar kayak tadi.”
cerita asli DI SINI
Catatan :
Cerita bertema urban dengan tokoh dua perempuan kosmopolitan ini bergerak lancar. Mengambil setting waktu sebuah senja sepulang kantor di mana lazimnya para pekerja enggan menghadapi cengkeraman macet dan memilih melewatkan waktu di tempat nongkrong. Kisah singkat ini dijalin padat dengan konflik yang tepat sasaran.
No comments:
Post a Comment