Oleh : Rinrin Indrianie
Putih. Hening. Luas.
Di mana aku?
“Hai, Fe.”
Aku menoleh, rupanya aku tidak sendirian, sesosok malaikat (?) tersenyum ke arahku.
“Hai,” jawabku ragu.
“Kau tahu sedang berada di mana?”
“Tidak.”
Sosok itu hanya mengangguk-angguk, senyumnya hilang, matanya terlihat sendu.
“Jadi? Dimana aku?”
“Kau sedang berada di ruang tunggu.”
“Ruang tunggu?”
“Iya.”
“Kenapa?”
“Apanya yang kenapa?”
“Kenapa aku berada di ruang tunggu?”
“Sebentar lagi kau masuk surga, aku akan menemanimu menunggu.”
“Surga? Kapan aku mati?”
“Baru saja.”
“Tapi… Tapi aku bahkan belum benar-benar hidup.”
“Begitulah. Aku tahu. Aku ikut menyesal.”
“Kenapa? Bukankah seharusnya aku masih bergelung hangat di dalam rahim ibuku yang nyaman?”
Sosok itu bergeming. Membuat ruangan putih luas ini bertambah hening.
“Siapa yang mengirimku ke sini?”
“Kurasa sebaiknya kau tidak perlu tahu tentang dia. Percayalah, kurasa betul-betul jangan.”
“Jadi? Jadi bukan Tuhan yang…”
“Sudahlah, itu tidak penting lagi. Mari, namamu sudah dipanggil.”
Aku bungkam, lantas berjalan di belakang sosok itu meski enggan.
Tapi aku tahu, sosok itu tahu bahwa aku sudah tahu, perempuan yang
seharusnya aku panggil ibu yang mengirimku ke sini. Tak apalah, mungkin
kelak aku bisa menemui perempuan itu di neraka jika Tuhan mengizinkan.
--------------
Cerita asli bisa dibaca di sini
Orin masih tampil dengan ciri khasnya : dialog yang lebih mendominasi ketimbang narasi. Meski menjelang akhir cerita sudah tertebak arahnya, sebuah kalimat penutup yang menohok membuat kita terhenyak. :)
Thursday, 26 June 2014
Rinrin Indrianie
Karya Terpilih Prompt #54 : Fe
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment