Friday, 18 April 2014

Konflik - Jantung Sebuah Cerita



Setiap cerita harus ada konflik. Kalau ga ada konflik, ya ga bakalan jadi sebuah cerita. Tanpa konflik, cerita yang kamu buat meskipun sudah membangun alur, latar, dan penokohan, akan terasa datar bin garing.

Konflik sesungguhnya merupakan jantung dari sebuah cerita. Berdasar konflik yang dibangun bisa dari awal langsung atau mengalir landai, bangunan ceritamu dibangun. Maka kemampuanmu membangun titik konflik yang mendidih akan benar-benar menjadi jantung dari bagus/tidaknya tulisanmu.

Dalam sebuah cerita, konflik memang tidak harus tunggal. Kalau tunggal, cerita akan terasa sangat sempit. Konflik boleh diceritakan sebanyak-banyaknya, asalkan kamu mampu mengalirkannya dalam cerita yang mendedahkan konflik-konflik itu dengan baik. Tentu saja, ini berlaku untuk sebuah novel, dan tidak berlaku untuk FlashFiction. Dalam FlashFiction, kamu harus hanya punya satu konflik yang harus diselesaikan secepat mungkin. Di situlah letak tendangan sebuah FlashFiction. Meski dalam novel ada banyak konflik, juga tetap hanya ada satu konflik utama. Konflik yang lain bisa dinyatakan sebagai "bumbu konflik", penyedap cita rasa masakan ceritamu.

Ingat betul ya, bahwa konflik yang membahana, yang disajikan dengan alur yang mengalir, latar yang detail, dan penokohan yang kuat, akan benar-benar menjadi pelengkap bangunan ceritamu. Karena itu, jangan milih konflik yang ala kadarnya. Pilih konflik yang cetar, yang tidak monoton, yang kamu yakin bakal menyedot rasa penasaran pembacamu.

Dukunglah konflik cetarmu itu dengan item-item lainnya dari alur sampai penokohan, maka niscaya ceritamu akan mampu menyeret pembacamu untuk masuk ke dalam cerita.

Cerita yang baik, adalah cerita yang mampu menyeret. Artinya, menimbulkan rasa penasaran untuk terus membacanya, emosi pembacanya sampai dia merasa benar-benar menjadi bagian dari jalan cerita dan kehidupan si tokoh. Tak heran, banyak pembaca sampai terkekeh-kekeh membaca joke-joke-mu, banyak pembaca sampai menangis ketika tokohmu mengalami kemalangan, bahkan sampai ikut gemes ketika tokohmu sedang jatuh cinta hingga berdarah-darah.

Contoh realnya, gimana caranya saat kamu menuliskan cerita tentang nestapa seorang jomblo akurat yang juga manusia, yang sangat kesepian dan kedinginan sepanjang hidupnya sejak masih bayi hingga umur 30-an, membawa pembacamu untuk ikut berempati pada nasib si tokoh.

Nah, itulah letak kekuatanmu membangun konfliknya.

So, konflik bebas, boleh apa saja, tapi perhatikanlah bagaimana cara membangunnya secara dramatis hingga klimaks.

-bersambung-

Sumber: Silabus Menulis Fiksi - Edi Akhiles

10 comments:

  1. Semakin sulit konflik, cerita semakin seru!

    ReplyDelete
  2. Cerita tentang nestapa seorang jomblo

    Jantungan banget ini mah :D
    Catet buat pelajaran!!!

    ReplyDelete
  3. menanti sambungannta mbak...

    ReplyDelete
  4. Itulah yang susaaahhh,, bikin guling" dikasur, bikin nggak bisa tidurrr :(

    ReplyDelete
  5. Lirik draft novelku. Sepertinya harus dikasih semut rangrang biar menggigit hahaha

    ReplyDelete
  6. Saatnya latihan membuat konflik.

    ReplyDelete
  7. Konflik yg nggak standar itu terlatihnya darimana ya?banyak2 nonton film,baca buku,traveling atau sekalian jadi tempat curhat,atau ada cara lain?hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak cara buat memperkaya ide, salah satunya baca, baca dan baca. Semakin banyak otak dikasih nutrisi, makin peka pula dia merangkai ide. Kadang karena baca sesuatu kita bisa dapat ide yang lain. Ide memacu ide. Begitu biasanya.

      Delete
  8. jika konflik sudah ada, gampang membangun alur dll.. huhuhh konflik oh konflik *gigit*

    ReplyDelete