Thursday, 9 January 2014

Karya Terpilih Prompt #34: Kupu-kupu Yang (Tidak) Kucintai

Oleh Putri Widi Saraswati

image
sumber ilustrasi

Aku (tidak) jatuh cinta pada perempuan itu.

Dia perempuan aneh. Kurasa sebaiknya kau tidak perlu tahu tentang dia. Percayalah, kurasa betul-betul jangan. Lho, kau masih ingin tahu? Dasar lelaki. Ya sudah, sedikit saja, ya.

Jadi begini ceritanya. Aku bertemu dengannya di sebuah museum. Saat itu aku sedang berdiri sendirian di tengah galeri luas, mengamati instalasi-instalasi seni kontemporer yang semuanya gagal kupahami, dan pada dasarnya sedang bertanya-tanya mengapa aku bisa terjebak melakukan apa yang saat itu sedang kulakukan.
Lalu mataku tertumbuk ke sudut. Sebuah kandang raksasa, luar biasa besar sampai-sampai membutuhkan enam lampu sorot untuknya sendiri. Kandang itu terbuat dari kawat. Sepanjang dindingnya, tanaman hijau berbunga ungu merambat-rambat, membuat seluruh sudut ruangan berubah menjadi semacam hutan rimba indoor.

Di sisi kandang yang menghadapku, terdapat sebuah pintu, lalu sebuah lorong, lalu sebuah pintu lain yang menjadi jalan masuk ke dalam kandang. Papan informasi di depannya berbunyi, “Pertunjukan Kupu-Kupu Sejuta Cinta”.

Sungguh aneh. Apa yang dilakukan “Pertunjukan Kupu-Kupu Sejuta Cinta” di pameran seni kontemporer?
Kau tahu, aku penggemar hal-hal aneh (kurasa itulah sesungguhnya perkaranya kenapa aku bisa terlempar dalam pencobaan ini – hidung penasaranku yang tak tahu diri!). Jadi, kuputuskan untuk masuk!
Di dalam terang. Hijau. Wangi. Gerah. Di tengah kandang, seorang perempuan berdiri. Ia mengenakan gaun putih yang berkibar-kibar, rambutnya coklat lebat sebahu, wajahnya polos tak berias. Dia tersenyum.
“Halo. Selamat datang di Rumah Kupu-Kupu. Selamat menyaksikan.”

Lalu ia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.

Seketika itu juga, badai mengamuk! Kuangkat kedua lenganku dalam usaha melindungi diri.
Sedetik, dua detik, tak terjadi apa pun. Dengan takut-takut, aku mengintip.

Bukan badai. Bukan tornado. Seisi kandang dipenuhi kupu-kupu! Begitu banyaknya, yang terlihat hanya kelebatan warna-warni yang kabur saja. Gerombolan kupu-kupu itu terbang berputar-putar, membentuk kubah menaungi kepala perempuan itu.

“Lihat,” kata perempuan itu padaku. Dia mengacungkan tangannya, membentuk hati dengan empat jarinya. Seketika, gerombolan kupu-kupu itu membentuk formasi hati raksasa. Perempuan itu mulai bergerak berputar-putar. Hati raksasa di atasnya ikut berputar-putar. Jemari perempuan itu membentuk segitiga. Gerombolan kupu-kupu berubah bentuk menjadi segitiga. Lalu persegi. Lalu angka delapan. Lalu sepasang sayap.

Hal terakhir yang kuingat adalah perempuan itu bergerak mendekatiku, nyaris seperti menari, sementara sejuta kupu-kupu membentuk sayap raksasa di belakangnya.

“Hubungi aku,” bisiknya. Ia menyelipkan kartu nama dalam kantung jasku.
Sungguh aneh.

Malam esoknya, kukirim pesan singkat pada perempuan itu. Sekadar menyampaikan apresiasi. Ia membalas pesanku, sama singkatnya; sekadar ucapan terima kasih.

Setiap malam sejak itu, aku memimpikan kupu-kupu. Gerombolan kupu-kupu yang membentuk formasi tubuh seorang wanita, yang lalu memaksa mencium bibirku.

Mimpi terakhirku, aku bertemu perempuan itu. Tidak ada kupu-kupu. Hanya aku dan dia. Kami berdiri berhadapan. “Halo,” bisiknya. Lalu dia menjentikkan jemarinya. Dari balik gaunnya, muncul segerombolan kupu-kupu, yang lalu terbang maju, berderet masuk ke dalam mulutku, dan berhenti sesampainya di lambungku.

Well, demikianlah. Sampai situ saja ceritaku. Aneh, kan? Memang.

Karena itulah kubilang padamu, aku (tidak) mencintai perempuan itu. Iya, aku (tidak) mencintai perempuan itu.

Aku (tida.) mencintai perempuan itu.
Aku (tid..) mencintai perempuan itu.
Aku (ti…) mencintai perempuan itu.
Aku (t….) mencintai perempuan itu.
Aku (…..) mencintai perempuan itu….

==================================
Teks asli bisa dilihat di sini.

Aku tidak pernah terlalu suka terpaku pada definisi. Sureal itu biasanya muram. Tapi ini terang. Dan ringan. Dan manis. Itu saja. (Latree)

2 comments: