Tuesday 24 December 2013

GRAND FINAL MFF IDOL

GRAND FINAL!

Minggu demi minggu kita menyaksikan keseruan gelaran MFF Idol untuk menentukan siapa yang berhak menyandang titel bergengsi “THE AUTHOR”. Kini saat-saat mendebarkan tersebut telah sampai di puncaknya. Dua orang grand finalist yaitu Sulung Lahitani Mardinata dan Nina Nur Ariffah mengeluarkan segenap kemampuan untuk saling mengungguli satu sama lain. Siapa lebih jawara?

Tema.
 
Untuk meningkatkan dan membuat ‘permainan’ lebih menantang, gelaran terakhir MFF Idol memberi tiga tugas untuk masing-masing grand finalist. Apa saja tantangan buat mereka?

1.    Stage 1 – Remake
Pada babak ini setiap peserta memilih karya peserta lain untuk direka ulang. Sulung memilih karya Nina untuk dirombak dengan tambahan kisah, puntiran baru, atau set tempat yang berbeda. Namun perombakan yang dilakukan tetap tidak menghilangkan esensi cerita aslinya.

2.    Stage 2 – Eye Scream
Berdasarkan sketsa buatan Masya Ruhulessin kedua peserta terakhir harus menciptakan sebuah kisah yang menyentuh, menyentak, ataupun mengundang decak. Genre apapun diperbolehkan asal bukan thriller, slasher, gore dan hal berdarah-darah lainnya. Berikut sketsa yang dimaksud.



3.    Stage 3 – Maroon Five Fans (MFF)
Pada babak ini peserta harus menciptakan sebuah flashfiction berdasarkan pilihan lagu yang terdapat dalam album “Overexposed” milik grup band terkenal Maroon 5. Agar lebih seru, lagi-lagi setiap peserta harus memilihkan sebuah judul untuk peserta lainnya.

Sudah terbayang keseruannya bukan?

Penilaian Juri.
 
Kembali trio juri Carolina Ratri, Latree Manohara, dan Isti'adzah Rohyati duduk di meja penilai. Bertindak sebagai jaksa layaknya dalam sebuah persidangan, ketiganya bertugas menelisik, mencungkil, bahkan –jika perlu- menghabisi karya yang dihasilkan peserta. Mereka akan meneliti dari segala sisi; EYD, logika, alur, puntiran, hingga judul! Dan peserta sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membela diri! Lalu bagaimana nasib mereka?

Tenang, kali ini mereka memiliki pembela masing-masing. Sulung Lahitani Mardinata didampingi oleh Mazmo Lombok dan Nina Nur Arifah didukung oleh Ariga Sanjaya. Kedua pengacara ini memiliki tugas yang tak kalah berat dibandingkan dengan peserta. Mereka sejak awal menjadi teman diskusi peserta dalam menghasilkan karya. Mengoreksi karya, mengusulkan plot, menyarankan karakter dan yang terberat adalah menghadapi cecaran tak kenal ampun dari trio jaksa demi meraih simpati publik yang bertindak sebagai hakim. Para hakim yang terdiri dari para pemirsa setia gelaran MFF Idol sejak awal inilah yang akan memutuskan siapa peserta yang akan menjadi jawara tahun ini.

Oke, trio jaksa sudah bersiap dengan cemeti kata, pengacara telah mengusung tameng aksara, peserta terduduk diam menanti takdir, dan para hakim dengan jantung berdegup kencang menanti jalannya ‘sidang terakhir’.

LET THE SHOW BEGIN!

Stage 1 – Remake.

Sulung Lahitani Mardinata memilih flashfiction milik Nina Nur Arifah berjudul “Wang Hantaran untuk Noor Qaliza”  dan mengubahnya menjadi cerita bertajuk “Menebas Kenangan”. Berhasilkah dia?

Carolina Ratri lebih menyukai karya milik Nina ketimbang versi Sulung. Menurutnya Sulung terlalu berlebihan dalam mengangkat latar budaya Minang dan Aceh. “Seperti membaca legenda rakyat,” begitu komentarnya. Konflik pada flashfiction milik Nina jika boleh dibilang, adalah bagaimana usaha si aku yang cinta mati pada Noor Qalisha tapi terbentur wang hantaran yang jumlahnya tak terjangkau oleh si aku. Lantas si aku berusaha menemukan solusi bagaimana caranya memenuhi tuntutan calon mertuanya. Kalau dalam cerita Sulung malah jadi bergeser ke konflik baru yaitu si aku yang mencari ibu. Dalam remake, memang kita dibebaskan untuk mengolah ulang. Tapi di sini terlalu jauh."

Melihat jaksa begitu bersemangat mencecar klien yang diwakilinya, Mazmo Lombok sigap membela. Menurutnya flashfiction ini tidak bergeser jauh. Sama-sama mengangkat perkawinan dua budaya dan upaya memperoleh mas kawin. Tentang 'aku' (dalam hal ini berpihak pada Abak) yang mencari ibu, masih terkait dengan urusan 'kegagalan' atau akibat yang dirasakan pihak lelaki (Abak) setelah berhasil mendapatkan mas kawin dengan menjual tanah warisan. Di sini tidak beda jauh dengan flashfiction asli dari Nina Nur Arifah yang mengisahkan juga tentang dampak yang ditanggung setelah berhasil menyerahkan mas kawin. Lalu, kenapa harus 'aku' yang jadi 'korban'? Jelas, karena 'aku' dalam cerita ini dekat dengan Abak. Dengan begitu, ini juga bagian dari dampak yang ditanggung Abak selaku pemberi mas kawin. "Berlebihan memang tidak baik, tapi menurut saya jika sebatas masih berhubungan saya rasa masih bisa ditolerir," pungkasnya.
Jaksa Latree Manohara sependapat dengan Carolina Ratri. Menurutnya Sulung telah membuat cerita baru dan bukannya sebuah remake.

Mendengar tuduhan jaksa Latree Manohara, Mazmo Lombok kembali berkilah. Menurut dia setidaknya, bukan cerita sendiri yang benar-benar 'berbeda', tetapi jika diperhatikan lebih cermat masih memiliki benang merah yang sama dengan versi aslinya, yaitu perkawinan budaya dan perkara cara mendapatkan mas kawin.

Nina Nur Arifah memilih cerita bertajuk “Malaikat yang Terluka” untuk diubah menjadi sebuah cerita baru berjudul “Iblis dan Malaikat”. Apa komentar juri?

Menurut Latree Manohara, Nina ingin membuat puntiran yang lebih dahsyat dari cerita asli. Sayangnya dia membuat banyak lubang baru. Di antara lubang itu adalah pengaburan latar belakang dendam Kasman, persoalan kehamilan Ratemi, bahkan alasan kenapa kedua kakak beradik itu masih memiliki rumah di desa Krajan padahal mereka sudah diusir. Carolina Ratri menambahkan bahwa dia tak menemukan korelasi antara Jaenal dengan keinginannya membumihanguskan Krajam. Tak ada petunjuk sama sekali. Pun persoalan sikap Ratemi yang seolah tak tergugah nuraninya melihat desanya rata dengan tanah, mengganggu pikiran Carolina Ratri.

Ariga Sanjaya sang pengacara berkelit. Menurutnya memang hanya motif Kasman yang ditampilkan. Hal ini agar cerita menjadi fokus. Mengenai pengaturan waktu kejadian memang tidak sama dengan cerita asli yang terentang tahunan, dalam cerita ini hanya berhitung bulan. Soal rasa Ratemi yang tak terlihat halus, itu dikarenakan memang dia sudah pasrah menghadapi Kasman. Selain itu terselip dendam di batinnya akibat kehamilan yang tak diakui oleh kekasihnya, salah satu penduduk Krajan.

Berbalas kata, beradu argumen. Berkelit, bersilat lidah. Saling membelit, saling menelisik kelemahan. Tapi para hakim jua yang akan memutuskan. Seperti apa hasil penilaian babak ini?

Stage 2 – Eye Scream

Berdasarkan skestsa sureal karya Masya Ruhulessin, Nina Nur Arifah menggubah cerita bertajuk “Sepasang Mata Bola”.
 
Juri Carolina Ratri menganggap cerita ini tak terlalu ‘nyambung’ dengan sketsa ‘Eye Scream’, sementara Latree Manohara bertanya ketus, “Memang kenapa kalau itu mata nenek? Saat mengganti mata, bukannya dikeluarkan dulu mata yang asli? Setelah matanya diganti, terus apa? Juri Istiad’zah Rohyati mengimbuhi, “Jadi ini ceritanya mau bikin horor-thriller? Buatku sama sekali nggak seram atau menegangkan. Titik.”

Pengacara Ariga Sanjaya menanggapi santai cecaran para jaksa. Kata dia, “ Alasan utama tokoh aku bertahan adalah keadaan. Tidak punya tempat tinggal, tidak punya orang yang mendukung. Terpaksa bertahan. Nah, kenapa juga dia merasa dekat? Di bagian penjelasan hantu di ceritakan kalau itu mata neneknya. Aku lalu tersadar kenapa dia merasa sesuatu kedekatan, sebab dia seperti melihat matanya sendiri. Untuk tahu kan tak mesti ketemu, ada media foto.”

Sementara itu Sulung Lahitani Mardinata menggagas kisah bertajuk “Pemulung Bola Mata”.  Nyaris semua juri menyukai kisah ini, meski tentu saja mereka akan tetap menemukan celah mengganggu. Juri Carolina Ratri misalnya, mempertanyakan kenapa Dajjal mengorek salah satu matanya? Bukankah Dajjal memang hanya punya satu mata? Juri Latree Manohara menambah gencar serangan. “Bukannya Dajjal cuma muncul jelang kiamat? Ngapain menenteng plastik kresek lalu ke sama ke mari memunguti bola mata? Sementara itu juri Istiad’zah Rohyati meski menganggap cerita ini ‘maksa banget’, tetapi dia menilai ceritanya pas dengan sketsa yang diberikan.

Mendapat komentar beragam dari para jaksa, Mazmo Lombok sang pembela mengomentari dengan rendah hati. Dia bilang, “Untuk kejanggalan yang ada, saya tak melakukan pembelaan, ini murni kekhilafan. Mengenai keabsurdan cerita, saya paham meski absurd tetapi harus ada penjelasan logis. Meski logis harus pula sesuai dengan tuntutan cerita. Dalam suatu masa yang entah, Dajjal mempunyai alasan untuk melakukan hal itu yaitu tak ingin selamanya menjadi ‘tokoh jahat’. Itu yang menjadi alasan dia membantu si gadis.”

Babak kedua sepertinya tidak terlalu banyak perdebatan antara para jaksa dan pembela. Meski begitu, ketegangan tetap saja terasa. Siapa yang menuai simpati lebih banyak hakim?

 Stage 3 – Maroon Five Fans.

Berdasarkan lagu berjudul “The Man Who Never Lied”, Sulung Lahitani Mardinata menyuguhkan cerita bertajuk “Bersama Perempuan Pecandu Zakar”. Sebuah judul cerita yang menyentak. Apakah isi cerita juga menyentak? Bagaimana komentar para jaksa?

Juri Carolina Ratri memperingatkan Sulung untuk tidak menyesatkan pembaca. “Clue-nya terlalu samar,” demikian komentar dia. Istiad’zah Rohyati lain lagi. Sesuai dengan ‘bidang keahliannya’ dia menyoroti masalah judul dan EYD. “Bagusnya sih dipendekkan jadi Bersama Pencandu Zakar”. Lalu pencandu dan bukannya pecandu. Sementara itu Latree Manohara menganggap karakter sakit jiwa si ibu masih kurang. “Kalau aku sih, aku ajak bercinta terakhir kali lalu kubunuh. Hahaha.”

Menanggapi komentar Carolina Ratri, Mazmo Lombok menjawab. “Tidak ada maksud menyesatkan pembaca. Cerita ini justru membebaskan pembaca untuk berimajinasi, siapa sebenarnya Carl dan Sherry. Ini agar di akhir cerita pembaca akan merasa ‘deg!’ dan bukannya berujar ‘ooh’. Mengenai kata pencandu atau pecandu, silakan liat di KBBI.” Sedangkan perihal kenapa si ibu menyerahkan surat dan bukannya berbicara langsung, kami menganggap bahwa sefrontal-frontalnya sikap seorang ibu, dia tetap perempuan biasa yang termasuk hati-hati dalam menyampaikan isi hati.”

Berikutnya yang kena giliran dikuliti habis-habisan adalah Nina Nur Arifah. Berdasarkan lagu berjudul “Fortune Teller” dia merangkai kisah berjudul “Mengukir Takdir”. Sayang sekali, sebagian besar juri tak menyukai hasilnya. “Judul tidak menarik, koreksi dengan isi entahlah,” demikian komentar juri Carolina Ratri. “Clue tentang pisang masih bisa dibantah, bisa saja itu anaknya sendiri yang makan,” sambungnya. “Twist-nya nggak enak! Bagusnya si dokter nggak tahu perihal kulit pisang, cukup pembaca saja,” begitu kata juri Latree Manohara. Sementara juri Istiad’zah Rohyati menyoroti karakter ibu yang seolah tak punya peran apapun dalam cerita.

Setelah semua juri melancarkan serangan, Ariga Sanjaya selaku pembela Nina Nur Arifah maju ke muka. “Nina memberi judul Mengukir Takdir dengan maksud memberi pesan bahwa si anak ingin menentukan takdir ayahnya. Di depan orang-orang dia memberi kesan bahwa dia peduli pada ayahnya, sangat membela. Dan ketika si ayah meninggal, dia menampilkan sikap sangat terluka dan bersedih. Padahal sebagian besar perawat sudah tahu sikap dia yang sebenarnya. Di belakang semua awak medis, dia berubah menjadi dirinya sendiri. Tidak peduli. Dia memberikan pisang untuk ayahnya dengan maksud ‘mempercepat’ kematian.  Secara tersirat Nina Nur Arifah ingin memberikan petunjuk bahwa hal ini berhubungan dengan warisan dan kebiasaan berjudi si anak.”

Cukupkah pembelaan Ariga Sanjaya untuk Nina Nur Arifah? Apakah bisa menarik simpati hakim?

Akhirnya bagian paling menegangkan dari seluruh gelaran MFF Idol selama ini telah tiba : Pengumuman pemenang sekaligus penyandang gelar The Author. Tapi sebelumnya kita simak terlebih dahulu komentar-komentar dari para hakim mengenai hasil karya grand finalist.

-    Komentar tentang Stage 1 – Remake
•    Komang Ayu Kumaradewi : Menebas Kenangan Sulung Lahitani Mardinata kehilangan unsur remake-nya. Justru membuat cerita baru dengan benang merah yang tipis.
•    Ranny Afandi: Iblis dan malaikat, emosi Ratemi terlalu datar, terlalu mirip dengan kisah asli, hanya menjelaskan sedikit dari kisah sebelumnya.
•    Lianny Hendrawati: Menebas Kenangan ceritanya keren. Meski masih kontroversi ini remake atau bukan. Tetep keren.

Pada babak ini dari skala 1-3 bintang, “Iblis dan Malaikat” milik Nina Nur Arifah meraih nilai 1,85 sementara “Menebas Kenangan” milik Sulung Lahitani Mardinata mendulang 1,67.

-    Komentar tentang Stage 2 – Eye Scream
•    Ajen Angelina: Pemulung Bola Mata keren, meski saya gak suka sureal, tapi ini diksinya menarik.
•    Harry Irfan : Saya memberi poin penuh untuk Pemulung Bola Mata. Saya malah suka dengan twist kemunculan dajjal.
•    Jiah Al Jafara: Sepasang Mata Bola keren!
•    Masya Ruhulessin: Sepasang Mata Bola, remember, it's not for thriller, saya menemukan genre itu sedikit di sini. Remember, thriller tak selalu harus darah.

Pada babak kedua ini “Sepasang Mata Bola” meraih nilai 1,77 dan “Pemulung Bola Mata” meraup 2,33. Kedudukan sementara imbang. Nina Nur Arifah dan Sulung Lahitani Mardinata sama-sama meraih 1 poin.

Sebelum masuk ke babak penentuan, MFF Idol memberikan apresiasi pada para hakim yang telah berpartisipasi dalam penilaian. Ada hadiah pulsa 25 ribu dari Latree Manohara untuk hakim yang bisa menjawab dengan benar siapa nama para juri tamu sejak awal gelaran dan hadiah buku “The Twentieth Wife” dari Ariga Sanjaya untuk hakim dengan komentar paling keren. Hadiah pulsa diraih oleh Jiah Al Jafara sementara hadiah buku didapat Dian Farida Ismyama.

-    Komentar tentang Stage 3 – Maroon Five Fans
•    Dian Farida Ismyama : Mengukir Takdir, tidak seperti FF Mbak Nina yang biasanya. Judul biasa, diksi standard, twist kurang 'deg', logika juga berlubang di beberapa tempat, dokter melihat kulit pisang tanpa mencari tahu siapa yang memakan lalu dijadikan twist seolah kalium meningkat karena pisang, jelas kurang rasional. Diksi Sulung seperti biasa keren, tapi twistnya memang sedikit mengganjal. Itu si Carl ceritanya nggak tau kalo itu ibunya, sementara Shery tau? Kenapa?
•    Lianny Hendrawati: Mengukir Takdir idenya sederhana dan enak dibaca.

Di babak terakhir ternyata “Mengukir Takdir” hanya mampu meraih  nilai 1,77 sementara “Bersama Perempuan Pecandu Zakar” mengumpulkan nilai 2,33. Dengan demikian Sulung Lahitani Mardinata berhasil mengungguli Nina Nur Arifah dengan perolehan 2-1 poin. Nilai ini sekaligus mengukuhkan Sulung Lahitani Mardinata sebagai THE AUTHOR. Selamat!
Selain itu Sulung Lahitani Mardinata juga mendapat penghargaan sebagai The Writer terfavorit semenjak awal pagelaran. Selamat sekali lagi.

Demikianlah pagelaran MFF Idol telah sampai ke ujungnya. Kemeriahan, ketegangan, keseruan telah sama-sama kita saksikan. Terimakasih kepada The Writers, para juri, para pembela, para hakim dan semua yang telah ikut berpartisipasi dalam acara ini. Sampai jumpa dalam gelaran MFF Idol berikutnya. Salam. 



•   









1 comment:

Followers

Socialize

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *