Oleh: RedCarra
Aku membuka mata. Memicingkannya ketika terkena sinar lampu yang berkelebat menerobos jendela…
Mobil?
Aku baru sadar. Aku ada di jok belakang dalam keadaan…
Terikat?
Panik. Aku meringkuk dengan kaki dan tangan terikat. Apa-apaan ini?
Sial! Kepalaku sakit.
“Kamu sudah telepon untuk minta tebusan?”
Deg! Aku tercekat. Suara laki-laki yang tidak familiar. Berusaha mengingat, tapi tetap tak mengenalinya.
“Sudah. Tapi orang tuanya minta waktu sampai besok.”
Suara laki-laki, tapi bukan yang tadi. Berasal dari kursi penumpang sebelah sopir. Aku tak bisa melihat wajahnya.
“Bagus. Besok siang kamu hubungi lagi mereka. Tempat dan jam belum berubah. Kalau yang ini sukses, uangnya sudah cukup membiayai hidup kita hingga duapuluh tahun mendatang,” kata si pengemudi sambil memindahkan persneling. Aku lihat jam tangan bersepuh emas yang melingkari pergelangan tangannya.
“Menurutmu, apakah mereka akan menurut dan membayar tebusan?”
“Pasti! Dia anak perempuan satu-satunya seorang kaisar broadcasting! Uang segitu tak ada artinya buat mereka! Kalaupun tak ada tebusan, tinggal kita bunuh saja. Beres! Lain kali, kita culik istrinya.”
Mereka tertawa.
Perutku tiba-tiba mulas mendengar kata-kata mereka. Lantas aku berusaha mengingat.
Terakhir kali kuingat, aku sedang berjalan menuju mobil New BMW 1-Series yang terparkir manis di lapangan parkir selepas acara Art Night di kampusku ketika tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna merah menghampiriku dalam kecepatan tinggi. Belum sempat aku tersadar, seseorang meloncat dari bagian belakang mobil dan membekapku. Aku meronta sekuatnya. Namun terhenti ketika seseorang memukulkan sesuatu ke belakang kepalaku.
Meringis kesakitan, bagian belakang kepalaku berdenyut-denyut hebat. Sialan!
Aku membaca situasi dan kondisi. Terikat seperti ini, tak mungkin aku melompat keluar. Mobil juga melaju kencang. Sampai mataku menangkap tuas rem tangan yang berada di antara dua kursi depan.
Aku ada akal!
Beringsut sedikit demi sedikit, aku berusaha menjangkau tuas dengan dua tangan yang terikat di pergelangan. Untung mereka tak mengikat tanganku di belakang tubuh. Ya, masih untung!
Ketika tanganku hampir mencapai tuas, tiba-tiba…
“Hei!!!”
Laki-laki yang berada di samping pengemudi, menangkap basah gerakanku. Dia berusaha menepis tanganku. Terlambat! Aku telah menarik tuas rem tangan dengan kuat.
Yes! ARRRGH!
Aku terpental. Mobil melintir tajam ke kiri.
BRAAAKKK!!!
Benturan hebat. Lalu…
Gelap.
*
Aku membuka mata. Memicingkannya ketika sinar lampu terasa lebih menyilaukan dari sebelumnya. Kudapati diriku tergeletak di atas rumput. Kaki dan tanganku sudah bebas tak terikat.
Tak jauh, sebuah mobil sedan merah yang kukenali terperosok dalam keadaan rusak parah. Polisi dan beberapa warga sedang berusaha mengeluarkan korban dari mobil yang hampir tak berbentuk. Beberapa orang yang lain berusaha membalikkan mobil lain yang terguling di seberang jalan.
Satu korban dikeluarkan. Seorang laki-laki. Penumpang di kursi depan. Aku mengenali bajunya. Sepertinya sudah tak bernyawa.
Satu korban lagi keluar. Seorang laki-laki. Si pengemudi. Aku ingat jam bersepuh emas di tangan kirinya. Diusung dalam keadaan sama, tak bernyawa.
Aku menghela nafas.
Korban ketiga dibebaskan. Seorang perempuan muda. Lagi-lagi tak bernyawa.
Tapi, aku kenal sosoknya.
Nafasku tercekat.
Itu tubuhku.
----------
Remake dari Prompt #28: Terperosok yang ditulis oleh Wahyu Siswaningrum.
Sip :D
ReplyDelete