Sadar nggak sih, kita sering melakukannya ketika menulis
flash fiction?
Berulang kali kita
bahas, bagaimana flash fiction adalah sebuah ruang yang sempit untuk
menceritakan sebuah konflik dengan bantingan di akhir cerita. Karena itu lah
kita sering tanpa sengaja melupakan
logika, menciptakan lubang-lubang. Kadang sebenarnya kita menyadarinya, tapi
abai dan membiarkan tulisan kita begitu adanya. Lalu dengan ringan melempar
alasan: yah namanya juga dibatasi karakter,
susah mau menjelas-jelaskan. Padahal yang harus kita lakukan bukan
menjelas-jelaskan, tapi mencegah adanya lubang itu.
Belum lagi kesibukan kita menciptakan twist, yang akhirnya
menghasilkan cerita yang berputar berbelit, mengundang banyak pertanyaan. Lalu kita
sibuk menjelas-jelaskan ketika orang bilang tidak mengerti maksud ceritanya.
Flash Fiction tidak begitu. Dia mestinya langsung membuat pembacanya menangkap
apa yang ingin disampaikan. Jika ada satu dua yang tidak mengerti, oke lah,
anggap saja yang tidak mengerti itu lemot. Tapi jika hanya satu dua yang
mengerti, dan hampir seluruh sisanya harus mendapatkan penjelasan, boleh
disebut ff kita gagal.
Ada lagi pemerkosaan yang kita lakukan, yaitu menciptakan
jebakan yang tidak adil. Tidak wajar. Tidak netral.
Dalam sharing kali ini akan dibahas kritikan Mas Aulia
Muhammad terhadap dua tulisan admin tersayang, Latree dan Carra. Sengaja
tulisan admin yang dipilih, untuk menunjukkan bahwa admin pun sedang dan akan
terus belajar menulis flash fiction dengan baik...
Yang pertama FF milik
Carra, remake Prompt #1 G-String Merah.
Di sini Carra membuat jebakan dengan mengarahkan pembaca
agar berpikir bahwa Dion adalah laki-laki. Selain dengan clue rambut pendek spiky,
terutama juga dengan namanya.
Dan ini lah komentar Mas Aulia:
Ada cerita yang sengaja dibikin menyesatkan, ada cerita yang
sesat sebagai strategi penceritaan. Cerita misteri misalnya, dia tidak
menyesatkan pembaca karena tersedia berbagai kemungkinan yang membuat kita mengangguk-angguk
di akhir cerita.
Cerita yang sesat sebagai strategi penceritaan harus
dilakukan dengan netral. Apa yang dilakukan Carra itu cara yang ''tak bagus'', terlalu
gampang. Jika mau bermain di ''nama'', ada model yang lebih wajar. Nama itu
bukan disebutkan narator. Jika nama disebutkan narator, kesesatan itu disengaja,
bukan sebuah ''pilihan yang diambil pembaca''. Harus dibedakan antara ''pembaca
yang tersesat'' dan ''pembaca yang disesatkan'.
Jika diubah ke ''pembaca yang tersesat'', maka bisa begini:
Seluruh nama Dion di bagian cerita, diganti jadi ''dia''. Itu wajar, ‘dia’ dalam
bahasa kita bisa perempuan bisa laki-laki. Lalu di satu titik kita buat pembaca mengambil kesimpulan yang
bisa berbeda. Ketika Anin keluar dari kamar mandi, dia bisa menyapa langsung, ''Dion
sayang....''. Jadi pelaku yang menyebut nama Dion, bukan narator.
Di bagian akhir, di berita, Dion itu bisa dijelaskan sebagai
Dionita. Inilah yang namanya ''narator yang netral''.
Kedua, FF milik
Latree dari prompt #15, Aku Mencintamu Sampai Mati.
Pada FF ini, ada hal yang tidak wajar secara logika. Ini
komentar Mas Aulia:
Adam polisi? Jika bukan, bunuh dirinya dibuat yang
ringan-ringan saja, bukan pakai pistol. Kecuali settingnya di Amrik. Di
Indonesia warga sipil susah mau punya pistol.
Argumen Latree: Jika
bukan pistol, agak aneh jika Sinta mau mengaku sebagai pelaku, untuk menebus
rasa bersalahnya.
Solusinya: Tetap bisa, alat bunuh dirinya racun. Jika ingin
tetap pakai pistol, akan lebih wajar jika Adam itu seorang polisi. Dan untuk
menunjukkan bahwa Adam adalah seorang polisi tidak perlu menambah kalimat
penjelasan. Cukup dengan mengganti kalimat “Polisi sedang mencari tahu kenapa
dia melakukannya” dengan “Teman-teman di kesatuannya sedang mencari tahu kenapa
dia melakukannya."
***
Hal-hal seperti yang dibahas di atas itu, mungkin terasa
sepele tapi sebenarnya vital.
Nah, bagaimana teman-teman? Apakah kita akan terus
memerkosa tulisan kita, membiarkan kewajaran hilang, berdalih jumlah kata
membatasi ruang cerita dan imajinasi? Ataukah kita akan mencoba belajar selalu
berpegang pada logika dan berusaha menciptakan jebakan yang netral dan wajar?
Sebuah koreksi yang sangat baik.
ReplyDeleteSemangat selalu untuk MFF.
Semoga semakin lancar dan sukses.
Saya menyimak.. sama sedang belajar :) Cuma... belum begitu pede untuk menulis FF :(
ReplyDeleteHmm... *manggut2
ReplyDeletemencoba memahami tentang kewajaran...
koreksi dan pelajaran buat semua. hem jd garuk2, logika ceritaku sering bolong
ReplyDeleteYap.
ReplyDeleteArtikel ini membuat saya jadi agar semakin teliti dan berhati-hati sebelum ngeposting FF.
Makin kesini, makin banyak hal yang saya pelajari dalam nulis FF :)
Menggigit bibir, karena sadar telah memerkosa karya sendiri.
ReplyDeletewow.. jleb jleb..
ReplyDeletejadi ternyata begitu ya..
ReplyDeleteterima kasih sharingnya.. saya akan ingat2 jika menulis FF..
Masukan yang jleb banget :)
ReplyDeleteternyata buat FF susah..hehe..dibatasi kata justru bikin kita harus pintar menyampaikan cerita, namun juga harus logikanya masuk. ini jadi peer gede buatku..soalnya suka bingung pemilihan kata katanya
ReplyDeleteSekarang baru sadar, sepertinya aku sering memerkosa FF sendiri.
ReplyDeleteBanyak bolongnya dan banyak maksanya
Belajar lagi. Terima kasih MFF^^
nderek nyimak, mbak Admin :)
ReplyDeleteIni sangat bermanfaat. Aku baru tahu dan semoga FF selanjutnya bisa lebih baik.
ReplyDelete