Sunday, 19 May 2013

Konde


Oleh: Latree Manohara 



Sudah lebih dari tiga bulan sejak Ayah pergi, aku tidak memasuki kamar ini. Aku enggan menguak kenangan. Tapi malam ini kupaksakan diri. Sudah waktunya berhenti terpaku pada masa lalu.

Satu persatu kusingkirkan benda-benda yang berserakan di seluruh lantai. Aku terkejut saat aku secara tak sengaja menyenggol sesuatu yang besar dan menyembul.

Astaga! Konde? Tapi, siapa yang pakai konde di rumah ini?

Lama aku tertegun memegang konde di tanganku ini. Di rumah ini hanya ada Ayah, aku dan adik laki-lakiku. Sehari-hari, akulah yang menghidupi kebutuhan adikku dari hasil mengamen di lampu merah. Ayah, dia hanya menjadi penambah bebanku.

Sudah lama aku berhenti sekolah, kedua orang tuaku dulu tidak terlalu peduli pendidikan anak-anaknya. Tak terpikirkan mungkin. Ibuku yang bekerja keras untuk menghidupi kami. Ayah selalu pergi, pulang malam tak jelas, berjudi. Sering Ayah pulang hanya meminta uang kepada Ibu.


Kata orang Ibu bekerja sebagai mucikari di lokalisasi di pinggiran kota. Namun aku memilih percaya pada keyakinanku bahwa Ibu memiliki pekerjaan halal untuk menghidupi anak-anaknya. Juga suaminya.

Sekitar dua tahun yang lalu Ayah dan Ibu bertengkar hebat. Aku mendengar Ibu dipukuli dan dimaki oleh Ayah. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mengajak adikku pergi mengungsi ke rumah tetangga. Esok paginya ketika aku kembali ke rumah, Ayah bilang Ibu pergi dan tidak akan kembali lagi.

Tiga bulan yang lalu, Ayah juga pergi dan tak pulang. Suatu malam sepulang aku mengamen, seorang tetangga bilang padaku, Ayah titip pamit merantau. Tapi sejak itu tak pernah kudengar kabar darinya.

Aku tidak percaya cerita itu. Aku menduga Ayah minggat bersama Ranti, sinden dari desa sebelah. Sinden itu cukup terkenal. Aku belum pernah melihatnya, tapi kata orang, selain cantik, dia bisa “disewa” dengan tarif yang terjangkau. Aku pernah dengar kabar angin, Ayah terlihat sering bertemu dengan Ranti seusai tanggapan.

Mungkinkah konde ini milik sinden itu?

Kuberanikan diri membuka-buka tumpukan kertas yang berserak di meja Ayah. Rasa penasaranku harus terlunasi malam ini. Kutemukan koran bertanggal sekitar satu setengah tahun yang lalu. Di sudut halaman kedua, di kolom kriminal, kutemukan nama Ayah dan Ranti, diduga sebagai pelaku dan korban pembunuhan.

Nama sinden itu disebut sebagai nama alias Ibu.

Aku pingsan, memeluk konde. Milik Ibuku...




Remake dari Prompt#12: Konde milik Kukuh 'coco' Darmawan

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan mbak Latree:
Kita memahami FF mestinya padat, ngetwist, dan memenuhi logika. Tapi kita sering masih berlarat-larat dalam bercerita. Sibuk memikirkan twist lalu abai pada logika, nglambrang ke mana-mana.

Dalam remake kali ini, aku mencoba menghilangkan bagian-bagian yang menurutku bukan pendukung utama cerita, sebutlah sampiran. Aku juga membuang sebagian konflik dan menyisipkan beberapa kalimat untuk menjaga logika cerita. Semoga berkenan, enjoy :)





4 comments:

  1. Dan aku jadi paham kenapa mbak La bilang ngelu :))) rada radikal ini mbabatnya...

    ReplyDelete
  2. hohohohohoho saya juga akhirnya jadi paham :D. yoayo smuwanya, belajar belajar dari remake remake yah *koksayanulisnulisnyajadidobelyah? :D

    ReplyDelete
  3. Mak Latree, jadi FF itu tidak harus "dialog" melulu ya, tapi boleh juga diceritakan dalam bentuk chicken-soup ya mak? Cerita diatas itu yang, setelah di re-make bukankah itu merupakan sebuah cerita dengan aliran atau apa pun namanya, chicken-soup? Makasih mak Latree.

    ReplyDelete