Tuesday, 14 May 2013

Karya Terpilih Prompt #12: Konde Kenangan

Oleh: Sulung Lahitani Mardinata


Seminggu lalu, Pak Pos datang dan memberikan sepucuk surat. Aku sempat membaca alamatnya. Dari Jawa rupanya. Setelah Amak membacanya, mulailah ia sering termenung. Bahkan seringkali sewaktu buang air kecil tengah malam, kupergoki ia masuk ke kamar kosong di lanjar1 ketiga. Aku pernah mencoba menguping, tapi hanya bunyi peti terbuka ditimpali tangisan tertahan Amak yang terdengar.

***

Meskipun matahari begitu terik, aku terus berlari. Ada yang ingin kupastikan. Dari jauh, rumah gadang tampak lengang. Keluargaku sedang pergi baralek2, saat yang tepat untuk mencari tahu.

Setelah membasuh kaki dengan air dari cibuk meriau3, aku segera masuk ke dalam. Mengamati Amak berkali-kali membuatku hapal tempat ia menyimpan kunci. Kubuka kamar kosong, mataku tertumbuk pada peti di sudut ruangan. Di dalam peti banyak barang-barang usang, tidak ada yang aneh. Lalu apa yang membuat Amak sering menangis?


Aku terkejut saat aku secara tak sengaja menyenggol sesuatu yang besar dan menyembul. Astaga! Konde? Tapi, siapa yang pakai konde di rumah ini? Di rumah ini, kaum wanita biasanya menggunakan tengkuluk4, bukan konde. Aku teringat dengan seseorang yang kutemui tadi. Kugenggam benda di sakuku. Tiba-tiba, pintu dikuak dari luar. Aku tak sempat sembunyi.

”Siti, apa yang kamu lakukan? Ba’a kok masuak tanpa seizin Amak!5

“Maaf, Mak. Siti cuma nio tahu ba’a kok Amak suko manangih di kamar ko.6” Aku menunduk bersalah. Amak menghela napas. Ia mengambil konde di tanganku. Dengan lembut dibimbingnya aku tidur di pangkuannya.

“Mungkin lah masonyo Amak bacarito. Amak sabananyo bukanlah asli orang minang.7 Amak orang Jawa. Sewaktu menikah dengan abakmu, Ayah Amak tidak setuju. Apalagi begitu tahu kalau Amak diboyong ke Sumatera. Semakin marahlah ia.”

Amak mengeluarkan selembar foto usang dari dalam dompetnya.

“Konde ini pemberian ibu Amak. Dulu ia sering memakainya. Surat seminggu lalu mengabarkan kalau ia meninggal. Namun Amak tak punya biaya pulang ke Jawa. Amak merasa bersalah. Makanya Amak sering memeluk konde ini. Amak serasa mencium bau rambutnya. Konde ini tidak lengkap, lihatlah salah satu tusuk kondenya hilang entah di mana.”

Kuamati konde dengan dua tusuk konde keemasan di tangan Amak. Perlahan, kukeluarkan benda yang sejak tadi berada di sakuku.

“Inikah tusuk konde yang hilang itu, Mak?”

“Dari mana kau memerolehnya?”

“Tadi seorang nenek menghalangi jalanku pulang. Dia memberikan tusuk konde ini padaku. Nenek itu mirip dengan yang di foto. ‘Tidak usah risau. Aku sudah bahagia di sana,’ katanya.”

Wajah Amak memucat. Dari sudut matanya mengalir bulir bening. Perlahan, Amak tersenyum dan berbisik.
“Terima kasih, Bu.”

--------------------------

Keterangan:
  1. Lanjar: Bagian pada rumah gadang.
  2. Baralek: Pesta pernikahan.
  3. Cibuk meriau: Batu cekung tempat air pembasuk kaki.
  4. Tengkuluk: Penutup kepala pada pakaian adat wanita minang.
  5. Ba’a kok masuak tanpa seizin Amak?: Kenapa masuk tanpa seizin Ibu?
  6. Siti cuma nio tahu ba’a kok Amak suko manangih di kamar ko: Siti cuma ingin tahu kenapa Ibu sering menangis di kamar ini.
  7. Mungkin lah masonyo Amak bacarito. Amak sabananyo bukanlah asli orang minang: Mungkin sudah saatnya Ibu bercerita. Ibu sebenarnya bukanlah asli orang minang.
Original Post ada di sini.

Catatan Carra:

Selamat Uda Sulung. Anda berhasil 'mengawinkan' dua budaya dalam cerita ini. Bahkan tak pernah terpikirkan oleh saya, membawa konde keluar dari tanah Jawa. :))) well done!

Catatan Latree:

Seandainya bagian si tusuk konde hilang dan nenek datang itu dihilangkan, FF ini akan lebih simpel dan punya satu twist, yaitu ketika dijelaskan bahwa si Amak suka memeluk konde itu kalau tidur, dan juga rasa bersalahnya dia karena si nenek meninggal, tanpa dia bisa pulang ke Jawa. Aku, sebagai pembaca, sudah sangat terharu di situ.
Dengan hilangnya tusuk konde, maka FF ini jadi punya dobel twist. Cerita penyatuan 2 budaya itu sudah cukup kuat. Sayang harus ada twist lagi yang malah melemahkannya.
Dobel twist is ok, asal kita hati-hati menggunakannya, karena bisa melemahkan cerita yang sebenarnya udah kuat.

2 comments: