Tuesday, 6 December 2016
Karya Terpilih Prompt #134 : Peluru yang Bersarang di Otakku
oleh Junior Ranger
DOR! Peluru dari revolver rakitanku melesat, menembus kaki istriku. Tubuhnya ambruk. Berdebam. Darah merembes dari kakinya. Aku kalap saat dia mengabarkan kehamilannya. Padahal seingatku, setiap permainan kami, kukenakan kondom. Tetangga berkerumun, melarikan istriku ke rumah sakit, aku berlari ke kantor polisi menyerahkan diri. Pendeknya, aku divonis sepuluh tahun, meski aku berharap lebih lama dari itu. Tentu saja kautahu maksudku, aku pengangguran.
–
Sepuluh tahun ternyata berlalu cepat hanya dalam satu paragraf ceritaku.
Aku harus berjuang untuk hidup, pikirku. Tak lagi punya tempat tinggal, aku menggelandang. Hingga angin membawaku pada kepala begal. Tiba-tiba…
“Kau bisa menembak?”
“Bisa.”
“Bagus. Mari, kau kurekrut jadi anggotaku!”
Begitulah kira-kira, singkat cerita kini aku bagian dari mereka.
Tengah malam beroperasi. Di jalanan sepi, pengendara motor sial melintas, kami beraksi.
Memepet dari kanannya, “Berhenti!” teriak temanku.
Pengendara kalap, memacu motornya, “Bangsat! Tembak saja, Cuk!” usul temanku. Aku bersiap.
Di tengah keremangan kutarik pelatuk, kubidik korban sialan itu. DOR! Revolverku mengenai lengan targetku. Oleng. Beruntungnya, motor itu ambruk ke semak-semak, sementara pengendara terpental, tubuhnya berdebam menghantam aspal. Dalam keremangan kulihat darahnya mengucur. Gegas kuambil alih motornya. “Mampus. Dasar sial!” Aku menyumpah. Misi pertama berhasil. Begitu juga dengan misi-misi selanjutnya. Bertahun-tahun.
Sampai pada akhirnya polisi mengendus aksi kami. Pertempuran sengit terjadi, markas kami terkepung. Kulihat kawan-kawanku lari dalam bingung, sementara aku nyaris limbung setelah peluru nyasar menembus kakiku yang dibungkus sarung. Darah menerus di tengah pelarianku. Terkatung-katung. Tepat di saat napasku tersisa satu-satu, seraut wajah sangat kukenal, dialah mantan istriku. Seketika aku rebah.
–
“Bangun! Bajingan keparat!” teriakan itu mengembalikan kesadaranku dalam lemas. Aku terkejut, posisiku terduduk, sekaligus terikat dalam kursi. Darah masih menetes dari betisku. Perih.
“Halo, Bajingan, apa kabar?”
BUK! Dia menendang tulang keringku sepersekian detik sebelum sempat aku menjawab. Aku mengaduh dalam sakit yang tak terkira.
“Kau akan ingat ini,” ucapnya saat menunjukkan benda di balik genggaman tangannya, lalu mengarahkannya ke dahiku. “Persis, kan?” desisnya.
Aku ingat, itu revolverku yang melepaskan peluru pada betis istriku dulu.
“Jikalau bukan karena aku dinikahi lagi oleh polisi itu…” katanya sambil meneteskan air mata.
“Kau… kautega membunuh bayiku, Bangsat!” ucapnya dingin. Menatapku tegar. Sambil menarik pelatuk, kulihat tangannya gemetar. Tak peduli aku gusar.
DUAR! Peluru itu bersarang di otakku untuk sekejap lalu keluar.
Cerita asli DI SINI
**
Baca juga karya lainnya, ya...
1. Ruby Astari - Selepas Badai Peluru
2. Red Carra - Peluru yang Balaskan Dendamku
3. Jaka Junie - Pilihan Salah
4. Ariga Sanjaya - DOR!
No comments:
Post a Comment