Wednesday, 31 December 2014

Review Buku: Saia -


Judul: SAIA
Penulis: Djenar Maesa Ayu
Editor: Mirna Yulistianti
Proofreader: Dwi Ayu Ningrum
Fotografer: Adimodel
Desain sampul: Anto
Setter: Ayu Lestari
Tebal: 139 halaman + v
ISBN: 978-602-03-0170-9
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Blurb
Selalu ada yang tak terkisahkan dalam sebuah perjalanan.
Bahkan dalam sebuah kisah, selalu ada yang tak terceritakan.

Review
Pas menemukan buku ini di toko buku, tentu saja saya membalik buku untuk membaca blurb-nya. Dan yah, untung ini merupakan buku Djenar Maesa Ayu, yang saya tahu dan kenali tulisan-tulisannya. Jadi prinsip "Judge the Book by its Blurb" ga berlaku pada buku ini. Hehehe... Ya, siapa sih yang bisa menyimpulkan isi buku dengan blurb dua baris kalimat doang?

Ada 15 cerita pendek dalam buku ini, yaitu:
  1. Air
  2. Dan Lalu
  3. Nol-Dream Land
  4. Sementara
  5. Kulihat Awan
  6. Fantasi Dunia
  7. SAIA
  8. Qurban Iklan
  9. Urbandit
  10. Gadis Korek Api
  11. Air Mata Hujan
  12. Insomnia
  13. Dewi Sialan!
  14. Mata Telanjang (ditulis bersama Agus Noor)
  15. Ranjang: Sebuah Cuplikan Novel
Empat cerita di antara cerpen-cerpen tersebut pernah dipublikasikan di media cetak, yaitu Air (Kompas, Mei 2012), Dan Lalu (Kompas, Mei 2013), SAIA (Kompas, Desember 2013) dan Mata Telanjang (Esquire, Maret 2013)

Seperti biasa dalam buku-bukunya, Djenar Maesa Ayu memang selalu menyajikan isu-isu seputar perempuan. Demikian juga dalam buku SAIA ini. Cerpen-cerpen dalam buku ini juga didominasi oleh cerita kelam urban. Yep, dunia gelap perkotaan. Seks bebas, narkoba, dunia dugem, alkohol, kemiskinan, dan topeng-topeng kemunafikan. Jadi memang ramuan cerita yang sangat mematikan.

Misalnya, dalam cerita "Fantasi Dunia", tokoh utama digambarkan begitu tak berdaya menolak ajakan kekasihnya ke "dunia fantasi". Bukan dunia fantasi yang ada di Ancol, tapi "dunia fantasi" lain yang dijelajahi oleh lelaki dewasa bersama perempuan dewasa, sedangkan si "aku" diceritakan masih hijau. Kepahitan hidup harus dirasakan oleh si tokoh utama sebagai imbas "kepolosannya". Ketidakadilan menjadi begitu menyesakkan, saat si tokoh utama lantas dibui karena dituduh membuat laporan palsu atas perkosaan yang dialaminya padahal ia sedang mengandung janin.

Isu perempuan juga kental disuarakan Djenar Maesa Ayu lewat "Urbandit". Ada lima tokoh cerita sekaligus dalam cerpen ini, kelimanya merupakan sahabat memiliki kehidupan berbeda. Mulai dari yang normal (ibu rumah tangga dengan penghasilan minim), perokok dan penghisap ganja, serta pelaku seks bebas. Ironisnya, kelimanya juga saling ngerumpiin. Saling ngegosipin :D Khas sosialita banget :D Diksi yang digunakan Djenar amat frontal dan relatif memudahkan pembaca membangun imajinasi liarnya tanpa batas. Keunikan cerpen ini, Djenar menggunakan lima PoV sekaligus tapi sama sekali tak membingungkan. Kelimanya tampak terpisah di awal, namun kemudian secara bertahap kelimanya bersatu dalam alur cerita menuju akhir.

Beberapa cerpen semakin menggambarkan Djenar sbg cerpenis kontemporer. Air Mata Hujan contohnya.





Kamu juga mungkin bakalan mengernyit jijik kalau membaca salah satu cerpennya yang berjudul "Qurban Iklan", karena penggunaan diksi yang bisa dibilang tak peduli pada norma dan aturan.

Yah, mungkin memang hanya pembaca yang berpikiran terbuka akan hal-hal tabu seperti soal seksualitas yang disarankan membaca buku SAIA ini.

Buku ini bisa menjadi referensi buat yang suka nulis genre erotis.
Empat dari lima bintang yang saya punya.

No comments:

Post a Comment