Thursday, 16 October 2014

Karya Terpilih Prompt #65 : Lelaki Tua di Tengah Gerimis


sumber foto : dok. pribadi Rinrin Indrianie

oleh : Aulia Rahman

Setengah berjongkok aku duduk di depan nisan perempuan itu. Seminggu telah berlalu sejak kepergiannya; istriku. Leukimia yang lama menggerogotinya akhirnya menang. Kudekatkan pigura yang kubawa tadi dan berbisik padanya.
“Hai.” Kuusap namanya yang tertera di nisan. Suaraku tercekat. ”Aku merindukanmu setengah mati.”
~~~
 “Apa yang sedang kaulukis?”
Istriku menoleh sejenak, kemudian kembali pada kanvasnya. “Lelaki tua di tengah gerimis.”
Aku mengangguk pelan. Mataku menangkap foto yang sedang ia tiru.
“Kapan foto itu kauambil?”
“Kemarin. Saat aku sedang berteduh.”
“Kupikir kau membawa mobil.”
“Aku meninggalkannya di taman untuk berjalan kaki sebentar. Lalu hujan turun.”
“Siapa lelaki tua itu?”
Istriku terlihat sedikit jengah dengan pertanyaanku. Ia meletakkan kuas di pangkuannya, lalu menarik foto di sebelahnya dan mengangsurkannya padaku. “Aku tak mengenalinya. Aku hanya tertarik.”
Kuamati foto yang ia berikan. Sudut bibirku tertarik ke bawah. “Kenapa bisa?”
Istriku mengeluarkan tawa kecil. “Kau cerewet sekali.”
Mau tak mau aku tersenyum. “Kenapa ia tak menaiki sepedanya?”
Istriku melemparkan pandangan sinis. “Kau tak melihat ban sepedanya kempes?”
“Di mana ia mendapatkan rumput? Kupikir semua padang rumput tak ada lagi yang gratis.”
Istriku menggeleng pelan. Ia lalu kembali menekuni kanvasnya.
“Berapa usianya kira-kira?”
Istriku terlihat menimbang-nimbang. “Enam puluh. Entahlah. Tujuh puluh. Sulit untuk mengiranya dalam gerimis. Apalagi jika seseorang bekerja sekeras itu sampai tua. Bisa jadi ia lebih muda.”
“Berapa usiaku?”
Istriku melemparkan tube cat kosong padaku. “Tahu yang menarik perhatianku pada awalnya? Ia tidak berhenti menuntun sepedanya meski hujan.”
“Kenapa ia harus berhenti? Hujan tak membuat orang mati.”
Hei…!” istriku melempar pandangan sinis lagi.
Aku mengangkat bahu, menunjukkan wajah minta maaf. “Mungkin ia dikejar setoran. Sekarang kan banyak hewan kurban.”
Istriku tak menampiknya. Ia melanjutkan goresan kuasnya. Aku sendiri kembali mengamati foto di tanganku.
“Kautahu minuman apa yang ia bawa?”
Untuk pertama kalinya kulihat istriku tersenyum geli mendengar pertanyaanku. “Kopi? Minuman penambah tenaga? Entahlah.”
“Harusnya kautanyakan.”
Aku mendapat tatapan maut istriku sebagai balasan. Membuatku tersenyum. Kualihkan pandangan pada kanvas di depannya. “Kenapa belum ada wajahnya?”
Istriku tak menjawab.
“Aku tak mengerti kenapa kau tertarik pada lelaki ini.” Desahku.
“Dia tidak buncit sepertimu.”
Aku membelalak namun tak urung terbahak. “Hei…!” kugenggam lemak di depan pinggangku. Bibirku mengerucut. “Kurasa aku harus diet.”
“Karena kau takut buncit?”
“Karena kau senang melukis pria kurus.”
Istriku melayangkan pandangannya padaku. “Apa maksudmu?”
Aku tak menyangka akan mendengar nada serius dalam pertanyaannya itu. Sedikit tergagap aku menjawab. “Kau melukis lelaki tua di tengah gerimis. Kau bahkan tak mengenalnya.” Setelah berdehem kecil aku melanjutkan ucapanku. “Kau tak pernah melukisku.”
Istriku memutar kursinya padaku. “Kau ingin tahu alasan sebenarnya aku melukis lelaki tua ini?”
Aku menatap lurus padanya. Kurasakan ia serius ingin memberitahuku. Tak menjawab, aku hanya mengangguk.
Istriku mengambil kuas yang lebih kecil, membawanya ke area wajah yang belum ia lukis. Tangannya bergerak perlahan. Ekor mataku mengikutinya.
“Aku ingin melukis senyum di wajahnya.”
~~~
“Hai.” Kuusap namanya yang tertera di sana. Suaraku tercekat. ”Aku merindukanmu setengah mati.”
Kukuatkan diriku untuk mengumpulkan kata-kata. “Kubawakan lukisan terakhirmu. Kuharap kau juga tersenyum di sana…”
cerita asli di SINI
Catatan Bang Admin.
Di antara puluhan cerita lain yang menyajikan beragam kisah dengan latar nyaris seragam : lelaki tua, suku Jawa, setting cerita pedesaan dan tempo cerita yang lambat, kisah ini memberi sesuatu yang berbeda. Mengambil sudut pandang lain, cerita ini memadukan cerita 'lelaki tua' dengan plot lain secara apik. Dialog-dialog sederhana yang menyentuh mengalir lancar. Satu kekurangan cerita ini adalah terlalu awal memberikan kejutan. Andai bagian awal dihilangkan, pasti cerita ini jadi lebih baik. 
Salam. :)





2 comments: