Thursday, 28 August 2014

Karya Terpilih Prompt #60 : Firework

oleh : Vanda Kemala


sumber : Vevo


“Sudah siap?”

Lelaki di sebelahku tersenyum melihatku yang sedang bersemangat. Ini malam yang sudah lama aku tunggu, karena janji lamanya untuk mengajariku memotret kembang api, akhirnya bisa terlaksana. Ini semacam sebuah penantian panjang, karena jarang ada pesta kembang api di kota kami. Jadi, ketika kami tahu kalau akan ada pesta musik dan kembang api di acara ulang tahun kota tempat kami tinggal, rencana segera dibuat.

Kami sudah berada di atap kantorku sejak pukul sepuluh malam. Letak kantor yang tidak terlalu jauh dari lokasi acara, kuanggap cukup tepat untuk mengambil gambar.

“Pasang tripodnya, Sayang…”

Aku menurut. Kabar yang aku terima, kembang api dimulai pukul 22.30, dan akan berlangsung sekitar 45 menit. Kami punya cukup waktu untuk memilih tempat yang sesuai untuk mengambil foto. Atap kantor yang luas membuat kami bebas memilih, dan akhirnya memutuskan sisi Barat adalah tempat yang tepat. Suara dentuman musik terdengar cukup jelas di tempat kami berdiri.

Kamera kami sudah siap, tinggal menunggu pesta kembang api dimulai. Aku memilih duduk menunggu, sedangkan dia tetap berdiri sambil memerhatikan lampu-lampu kota yang terlihat seperti kunang-kunang.

“Tadi baterai kameranya sudah diisi penuh, kan?” tanyanya tiba-tiba.

“Sudah, Jenderal! Cadangan juga penuh. Kondisi kita aman terkendali.”

Dia tersenyum, lalu berjalan ke arahku. Sebuah gerakan lembut yang sedikit mengacak-acak rambut, mendarat di kepalaku sebelum dia duduk dan meraih telapak tangan kananku yang dingin.

“Kamu kedinginan?”

“Sedikit. Nggak masalah kok.”

“Kalau memang nggak kuat dingin, kita pulang aja, ya? Daripada ada apa-apa sama ka…”

Aku pun segera memotong kata-katanya. “Enggaaakkk… kita nggak akan pulang sebelum dapat foto kembang api yang bagus. Mending sekarang kamu mulai ajarin teori foto kembang api itu kayak gimana.”

“Yakin?”

“Ay ay, Captain!”

Lelakiku mengalah. Dia mengajariku tahap demi tahap. Pengaturan shutter speed jugaISO yang rendah, mode manual, semuanya. Ketika aku memasang wajah bingung, dia seringkali berhenti dan mengulang kembali teorinya. Sebenarnya tidak terlalu banyak, tapi amatir sepertiku ini memang butuh banyak belajar, juga praktek.

Kembang api pertama akhirnya meluncur. Kami segera sibuk dengan kamera masing-masing. Beberapa foto sudah aku dapat, tapi hasilnya jauh dari memuaskan. Aku sengaja bertahan dulu, dengan tidak bertanya cara yang tepat, dan berusaha mengingat apa yang sudah dia ajarkan.

“Dasar amatir!” rutukku dalam hati.

“Ini gimana, sih? Dari tadi nggak bisa dapet yang bagus, padahal udah praktek kayak yang kamu ajarin tadi.” ujarku menyerah.

“Sini, coba aku lihat.”

Mungkin aku terlalu amatir, karena hanya sebentar setelah dia mengatur kameraku, akhirnya aku mulai berhasil mengambil gambar kembang api yang apik. Senyumku lebar, mengucapkan terima kasih lalu mengecup bibirnya sekilas, dan akhirnya asyik mengambil gambar lagi.

Tiba-tiba, titik fokusku terganggu. Aku yang terbiasa menutup sebelah mataku agar lebih jelas melihat lewat lensa, segera merasa kalau ada sesuatu yang menutupi lensa kameraku. Aku mengalihkan pandangan, dan menemukan dia berada di depan kameraku.

Lelakiku… sedang memegang sebuah cincin.

Ini…

“Hei…”

“Hei… apa ini?” ujarku lirih.

Dia tersenyum, lalu berlutut. “Perempuanku… kamu mau nggak, jadi kembang api terindah di hidupku?”

Pandanganku mengabur. Air mataku turun tanpa aba-aba.

Mendadak kembang api di belakangnya tidak menarik perhatianku lagi.


 *************

Catatan : 
Dari segala 'kemeriahan' aneka adegan yang disediakan dalam video musik, Vanda Kemala mencuplik sebuah adegan yaitu peristiwa kembang api dan memindahkannya sebagai latar sebuah cerita sederhana nan manis. Tanpa perlu menambahkan detail rumit, Vanda berhasil menyajikan kisah yang menarik. Selamat. :)








No comments:

Post a Comment