Oleh Rifki Jampang
Zam Minara terduduk. Tubuhnya bersandar pada pagar besi pinggir jembatan kecil. Tenaganya terkuras setelah melakukan perkelahian sengit dan menyelamatkan laki-laki yang kini duduk di sampingnya.
Setelah napasnya mulai teratur, Zam Minara menjatuhkan pandangan ke salah satu sisi jurang. Kedua matanya mencoba menyibak semak belukar yang tumbuh. Mencari sesuatu. Barang yang dititipkan oleh ayahnya, Ahkam, pemimpin kerajaan Sembilan Cahaya. Namun dirinya tak menemukan yang dicari. Benda itu sudah jatuh ke jurang yang sangat dalam tersebut.
“Minara, bawalah benda ini dan serahkan kepada Raja Shagra untuk menyelamatkan Kerajaan Lantana dari serbuan pasukan kerajaan Korkot yang dipimpin Raja Zhulma. Jagalah baik-baik. Benda ini sangat berharga.” Pesan sang ayah terngiang-ngiang di telinga Zam Minara.
Maafkan Aku, Ayah. Zam menyesali dirinya.
Semuanya bermula ketika Zam Minara memilih melewati jembatan kecil dengan jurang terjal dan dalam di mana dirinya berada sekarang untuk memangkas satu hari perjalanan menuju Kerajaan Lantana. Ketika berada di tengah jembatan, Zam Minara melihat perkelahian yang tak berimbang antara seorang lelaki dikeroyok oleh dua orang berpakaian serba hitam. Zam Minara meutuskan untuk menolong lelaki tersebut. Pertarungan sengit pun terjadi.
Zam Minara berhasil mengalahkan salah satu pengeroyok. Sementara lelaki yang ditolongnya beradu kesaktian hingga keduanya terpental berlawanan arah. Beruntung, lelaki tersebut masih bisa berpegangan pada besi jembatan dengan satu tangannya, sedang pengeroyoknya jatuh ke jurang.
Zam Minara segera menyelamatkan lelaki itu. Sayangnya, ketika menolong, benda yang dititipkan oleh ayahnya jatuh ke jurang.
“Terima kasih, anak muda.” Ucap lelaki itu membuyarkan lamunan Zam Minara.
Zam Minara hanya menggangguk pelan.
“Ada apa anak muda? Apa kamu menyesal telah menyelamatku?”
“Tidak, Tuan.”
“Lalu mengapa wajahmu terlihat seperti itu?”
Zam Minara menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan tersebut.
“Aku telah gagal mengemban tugas. Ayahku menitipkan sebuah benda untuk kuserahkan kepada Raja Ahkam. Kata Ayahku, benda itu bisa menyelamatkan kerajaan Lantana dari keganasan pasukan kerajaan Korkot. Sekarang benda itu jatuh ke jurang dan Lantana akan hancur.”
Lelaki itu memegang pundak Zam Minara.
“Tak usah bersedih anak muda. Kau sudah berhasil menjalankan tugasmu.” Ucap lelaki itu sambil tersenyum.
“Maksud, Tuan?”
“Lihat ke sana!”
Pandangan Zam Minara mengikuti arah yang ditunjuk lelaki itu.
“Ayah!” Zam Minara segera bangkit berdiri menyambut kedatangan Raja Ahkam.
“Kamu baik-baik saja?” Tanya sang ayah.
“Aku baik-baik saja. Tetapi aku telah menghilangkan benda yang Ayah titipkan kepadaku.” Zam Minara tertunduk. “Maafkan Aku, Ayah!”
“Tidak apa-apa. Apa yang kau lakukan sudah benar. Pilihanmu untuk menyelamatkan nyawa orang itu sudah tepat. Sebab yang kau hilangkan itu hanya benda mati. Sementara nilai nyawa seseorang jauh lebih berharga dibandingkan dengan sebuah benda mati.” Hibur Raja Ahkam. “Lagi pula, jika dirimu berhasil membawa benda tersebut ke Lantana, tugasmu akan sia-sia. Percuma.”
“Maksud Ayah?”
“Aku memintamu untuk menyerahkan benda itu kepada Raja Shagra, kan?”
“Iya.”
“Lantas bagaimana jika Raja Shagra sudah meninggal? Percuma, kan?”
“Maksud Ayah?” Zam Minara mengulang pertanyaan yang sama.
Raja Ahkam hanya tersenyum.
Dalam kebingungan, tiba-tiba Zam Minara merasakan pundak kanannya ditepuk oleh seseorang di belakangnya.
“Anak muda!” Ucap lelaki itu. “Kamu tahu siapa diriku?”
Zam Minara menggeleng.
“Aku adalah Raja Shagra!”
=========================
Postingan asli bisa dilihat di sini.
seperti cerita yang familiar.
ReplyDelete