Thursday, 27 March 2014

Karya Terpilih Prompt #43: Rindu Melintas Batas

Oleh Riga Attararya

foto : ciricara.com
foto : ciricara.com

“Sayang, diamlah anak manis,”

Dengan sebuah boneka kelinci mungil berwarna putih aku berusaha membujuk bayi lelaki menggemaskan yang sedang menangis keras di atas ranjang. Pipi bayiku memerah, mulut mungilnya yang tanpa gigi terbuka lebar. Meski sedang menangis, dia tampak begitu menggemaskan. Akhirnya kujatuhkan boneka kelinci ke lantai setelah gagal kugunakan untuk membujuk.

Kuambil sebuah kerincingan dari laci kecil di samping lemari. Kugoyang-goyang benda plastik itu sehingga suara ‘cringg’ dari bulatan kaleng di dalamnya terdengar berulang kali. Kupasang tampang lucu untuk menghiburnya. Sejenak sepasang mata sejernih berlian itu menatap tak berkedip. Tangisnya terhenti. Tapi hanya sebentar sebelum jeritan yang akhirnya kumengerti sebagai pertanda lapar terdengar lebih membahana.

Setelah paham keinginan bayi manis berusia empat bulan ini aku mengambil tempat di sampingnya. Berbaring nyaman lalu melepaskan kancing baju, mengeluarkan sebelah payudara.

“Ayo minum yang banyak, Sayang,” kusodorkan puting ke mulutnya. Bayiku menghentikan jeritannya. Tangannya terulur ke udara, mencoba meraih benda yang ada di depan matanya. Manik matanya berbinar, bibirnya mencecap. Ah, tak akan pernah bosan aku menikmati keindahan dirinya. Menatap wajah bulatnya, membelai rambut halusnya, menghirup wangi tubuhnya. Semuanya bermuara hanya pada satu kata : Cinta.

Tapi mengapa kau masih menangis, Sayang?

“Aduh, aduh, cucu Eyang kok keras sekali menangisnya?”

Tergopoh seorang perempuan separuh baya memasuki kamar. Tangannya masih tampak basah, dia usapkan ke kain lap yang lalu dijejalkan ke saku rok lebarnya. Dengan lembut, tangannya yang mulai keriput meraih tubuh anakku dan menggendongnya penuh sayang. Dia bergerak ke kiri dan kanan, menggoyangkan tubuh. Anakku tampak nyaman di pelukannya.

“Bu…”

“Maaf, ya anak manis. Tadi Nenek sedang bersihkan ikan buat makan Nenek dan Ayahmu. Nenek kira kamu masih tidur. Rupanya sudah bangun. Minta susuuu.” Wajahnya membentuk mimik lucu. Tangannya membelai lembut rambut halus di kepala anakku.

“Bu…”

Mendadak Ibu menegakkan badan. Matanya nyalang memandang ke sekeliling kamar. Menatap boneka kelinci putih yang jatuh di ujung ranjang, juga kerincingan yang tergeletak di kasur. Cuping hidungnya kembang kempis. Lalu sorot matanya melembut.

“Ira, Ibu tahu kamu datang menjenguk Rio. Sudahlah, relakan semuanya. Ibu janji, akan merawat Rio dengan baik. Pulanglah ke alammu, Sayang,” bisiknya lembut.

Aku melangkah mendekati Ibu, memeluknya penuh sayang. “Terima kasih, Bu,” lirihku di telinganya. Seolah bisa mendengar suaraku, Ibu mengangguk-angguk. Sempat kulihat sebutir bening mengaliri pipinya.
========================

Tulisan asli bisa dibaca di sini.

1 comment: