Seorang blogger bernama Baskoro Endrawan bilang begini : Kesalahan terbesar seorang penulis adalah tidak mengenali dirinya sendiri. Lebih lanjut dia menyebutkan saat penulis yang gagal mengenali dirinya sendiri mulai menulis , maka hasil tulisannya menjadi kering, tanpa jiwa.
Kamis manis ini mari mencoba mengenali diri sendiri. Kamu termasuk jenis penulis yang mana: senang memakai banyak dialog, suka menggunakan bahasa puitis, nyaman dengan deskripsi panjang, lebih suka menulis cerita drama, sesekali ingin menulis cerita 'nakal', atau yang lainnya?
Berikut jawaban teman-teman kita.
Latree Manohara
Penulis yang disebut gagal mengenali diri sendiri mungkin sedang mencari-cari. Penulis pemula akan cenderung berkiblat pada bacaannya. Ingin sebagus penulis favoritnya, padahal itu (mungkin) bukan dirinya. Makin banyak membaca dan terus menulis akan membantu mengenali diri kita. Bentuk sajiannya bisa berbeda-beda, kadang full percakapan, kadang minim percakapan, kadang puitis, kadang nakal. Tapi penulis yang sudah berhasil mengenali dirinya akan berhasil membubuhkan 'tanda tangan' di setiap tulisannya. (Saat ini) aku sedang suka meminimkan percakapan dan menghaluskan diksi.
Riefgreat Junior
Suka-suka sendiri. makanya kalau ikutan semacam giveaway atau prompt diriku serasa terpaksa,
Sari Widiarti
Masih mencari jati diri *labil*
Rinrin Indrianie
Aku lebih senang dengan yang banyak dialog, mungkin karena memang ngga bisa bikin narasi yang bagus, dan mungkin itu karena diksiku belum banyak, dan mungkin itu karena aku belum cukup membaca dan berlatih *hayah...banyak alesannya ternyata* Menurutku sih, entah si penulis sudah atau masih mencari 'suara' tulisannya sendiri, kalau ditulis dari hati pasti hasilnya ngga kering tanpa jiwa begitu ya *opini sotoy* :))
Banyak dialog itu emang bikin halaman banyak, tapi jumlah kata dikit, dilematis jg sih sebetulnya haha. Aku paling ngga bisa nulis fantasi dan thriller kayaknya, walaupun pernah coba dan sudah bisa ditebak, hasilnya yaa begitulah.
Fatika Nur Cahyani
Aku ... baru memulai, berlatih, mencari jati diri *eaa
Ahmad Abdul Mu'izz
Aku belum tahu. Aku asal nulis aja.
Rini Bee Adhiatiningrum
Saya biasanya pakai deskripsi, tapi pernah juga pakai dialog aja, minim deskripsi. Itupun permintaan prompt dari beranicerita. Apapun gaya yang saya pakai, bagi saya pribadi akan terasa feelnya kalau saya nulisnya pakai hati. Itu sebabnya saya nggak akan maksain nulis cerita kalau saya sendiri nggak menikmati saat nulisnya. Dan saya bener-bener serba salah kalau nulis tema seks dan yang mengarah ke sana.
Sri Sugiarti
Sampai sekarang belum ketemu jati dirinya....karna kurang membaca..dan ....berlatih..
Sulung Lahitani Mardinata
Saya pernah bahas masalah ini sama Mbak Mel Puspita. Makin ke sini, saya makin nyadar. Kalau saya itu tipe penulis deskripsi. Mungkin karena terbiasa membayangkan dengan jelas. Saya sempat membandingkan dengan pemenang di pesta nulis nya. Dan ternyata saya ngga bisa nulis dengan tipe narasi. Sekarang saya lagi belajar di dunia puisi. Ingin mengeksplorasi lebih banyak diksi.
Masya Ruhulessin
Aku masih belajar juga
Dian Farida Ismyama
Wah, aku masih pemula.seringnya banyak narasi, sedikit deskripsi, sedikit dialog, tapi masih meraba-raba mana yang sesuai gayaku & kenyamananku.Diksi juga musti banyak belajar. Hmm, kalau tipe penulisan penulis tertentu yang disukai (maksudnya lebih nyaman membaca buku dengan cara menulis tertentu) apakah bisa jadi gaya tersebut mewakili tipe kita yang sesungguhnya ketika menulis? Maksudku bukan terpengaruh.Yang jelas, aku susah nulis cerita kocak kaya Jiah Al Jafara, haha. Bacaanku emang jarang yang lucu-lucu sih:)
Jiah Al Jafara
Aku sering nulis pakai dialog, rada susah kalau kudu deskripsi . Sesekali ingin juga nulis cerita 'nakal' hahaha Maksudnya yang tidak sering aku tulis hihi, seperti horor!
*KemudianLari
Carolina Ratri
Aku model visual. Aku menceritakan yang tergambar dalam imajinasi. Jadi, mungkin aku cenderung ke narasi, yang lalu suka main-main dengan diksi. Biasanya aku kalau nulis cerita ya asal nulis dulu sambil membayangkan scene per scene nya. Ketika udah selesai,aku baru poles-poles diksinya. Begitupun membaca, aku cenderung ke visual. Ngebayangin,gitu. Dan aku juga tetap ingin belajar nulis dengan cara lain juga sih...
Isyia Ayu
Dan aku nggak tau masuk yang mana...
Rieya MissRochma
Suka menulis dengan deskripsi yang panjang. Menulis deskripsi yang panjang itu melegakan hati karena semua yang ada di pikiran bisa tersalurkan. Meskipun saat editing ntar bakal dipapras sana-sini untuk mempercantik tulisan. Dialog? Dialog saya masih kaku. Masih belum mahir menjiwai dialog tokoh. Ini membuat fiksi saya seakan tak punya jiwa. Kayanya harus baca keras-keras dialog saya lagi deh, biar nggak kaku untaian katanya...
Paling susah itu disuruh nulis drama, karena aslinya saya nggak romantis. Hahaha..
Tapi saya jadi ingat lagi, kalau menulis itu jangan banyak-banyak masukin apa-apa yang ada dikehidupan nyata kita. Jadi, saya mau coba nulis drama :)) Saya suka thrill, tapi saya kurang bikin konflik yang kuat. Jadi... sekarang mau sering-sering pendalaman konflik biar kreatif bikin problem solvingnya.
Yati Rachmat
Bunda suka nulis berdasarkan non-fiksi yang ditulis secara fiksi dikasih bumbu-bumbu puitislah dikit, banyak berimajinasi juga agar hasilnya agak menyentuh.
Al Mustakim
Senang memakai banyak dialog, lebih suka menulis cerita drama... pakai banyak dialog itu gimana ya? Ada kekuatan tersendiri di sana, apalagi dialognya mengalir dan nggak ngebosenin, atau dialognya gantung-gantung bikin penasaran... rasanya emang kita yang terjun ke dalam cerita... mungkin tergantung tipe orangnya juga kali ya? Saya emang orangnya sanguinis, suka ngomong... wehehehe... kalau pemikir mungkin lebih suka mendeskripsikan dan menarasikan... *sotoy kumat*
Indah Kanaya
Baru tadi malam aku ditanya seorang teman 'Khas tulisan kamu apa?' Sampai saat ini aku belum bisa jawab karena memang nggak tahu di mana letak khasnya tulisan aku. Selama ini sih kalau aku nulis cenderung lebih banyak deskripsi, belajar nyari diksi yang baik. Kelemahan aku, gak bisa nulis dialog banyak-banyak. Dialog itu PR besar banget buat aku. Oya, kayanya aku lebih nyaman nulis drama tapi nggak yang melulu romantis sih. biasa aja. Yang paling gak bisa, nulis horor ( takut duluan ) sama fantasi ( daya imajinasi aku payah banget ).
Ranny Afandi
Saya tipikal nulis berdasarkan apa yang ada dalam imajinasi kemudian dituangkan dalam tulisan, jadi condong ke deskripsi. Dialog saya usahakan dibikin fleksibel, sesuai dengan gaya bahasa keseharian. Saya menyukai tantangan menulis bikin genre tulisan ini itu tapi sekali lagi condong ke drama hehehe salah satu genre yang belum saya bikin dan masih berusaha bikin : dongeng dan horor
Hana Sugiharti
Ngak bisa bikin dialog, macam apa sih saya ini?? bukan penulis juga sih
Mazmo Lombok
Sekarang ini saat menulis cerpen saya tidak suka menggunakan tanda *** untuk menuliskan alur mundur kejadian yang dialami tokoh. Saya lebih suka membiarkan kalimat yang mengantarkan paragraf baru berikutnya sebagai sebuah kejadian masa lalu tokoh. Selain itu, saat ini saya sedang gandrung dengan belajar menulis suatu cerpen yang ada sesuatunya.
Kalau kamu sendiri, termasuk yang mana? :)
Haha. Kalo aku rasanya kok masih belum pantas disebut nulis. Kalaupun disebut penulis, mungkin aku cocok disebut penulis yang jarang nulis. Hehe..
ReplyDeleteKalo aku si suka gaya tulisan yang ga terlalu banyak deskriptif. Menurutku terlalu bertele-tele dan kalo kebanyakan, orang akan berhenti sebelum selesai membaca tulisan kita secara keseluruhan.
kayaknya saya termasuk yg nyaman dengan deskripsi panjang. semoga yg bacanya ngga ngantuk, hihi. tapi setuju, penulis tetap harus punya trade mark-nya sendiri. gapapa ya berpendapat, pdhl saya sendiri jg baru mulai nulis :D
ReplyDeleteAku bukan penulis, aku cuma writing enthusiast, hehe.
ReplyDeleteSoal tanda tangan ini setuju sekali.
Kalau ditanya tanda tanganku apa, orang-orang yang baca mungkin lebih bisa jawab daripada aku sendiri ._.
Yang aku tahu, aku sangat perfeksionis untuk diksi dan tata bahasa+rasa. Lalu, baik saat membaca maupun menulis, aku tidak suka deskripsi latar belakang atau fisik yang bertele-tele. Aku suka menyelipkan puisi, tapi tidak pernah merasa diri penyair yang baik. Aku sudah lama nggak nulis pure romance tanpa embel-embel kejutan lain; jadi agak kedodoran. Aku suka tema-tema kontroversial dan "nakal". Aku suka sudut pandang yang aneh dan sudut pandang multipel.
Apa lagi ya? Bingung haha :|