Tuesday, 31 December 2013

Review Buku: Madre - Sebuah Hasil Fusi Seorang Dee



Judul: Madre - Kumpulan Cerita
Penulis: Dee
Penyunting: Sitok Srengenge
Perancang Sampul: Fahmi Ilmansyah
Penata Aksara: Irevitari
Jumlah halaman: xiv + 162 halaman
Penerbit: Bentang Pustaka

Blurb

Apa rasanya sejarah hidup kita berubah dalam sehari? Darah saya mendadak seperempat Tionghoa, nenek saya ternyata tukang roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga yang tidak pernah saya tahu: Madre.

Terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek, Madre merupakan kumpulan karya Dee selama lima tahun terakhir. Untaian kisah apik ini menyuguhkan berbagai tema: perjuangan sebuah toko roti kuni, dialog antara ibu dan janinnya, dilema antara cinta dan persahabatan, sampai tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati. Lewat sentilan dan sentuhan khas seorang Dee, Madre merupakan etalase bagi kematangannya sebagai salah satu penulis perempuan terbaik di Indonesia.

* * *

Sheesh! Madre ini gila.

Kombinasi antara desing-desing batin Tansen yang ceplas ceplos dengan karakter luarnya yang berwujud pemuda usia akhir 20-an, rambut gimbal, bertato, berjiwa bebas dan anak pantai. Desing-desing batin itu terlontar keluar dalam wujud ucapan-ucapan hati yang tak terungkap, tak terdengar oleh "lawan bicara"nya dalam cerita, namun tertangkap oleh pembaca.

Benar-benar seorang Dee bisa membuat pembaca bisa berlaku sebagai Tansen, dan menuntun bergerak sesuai yang dia mau. Karena dia adalah dalang cerita.

Simak beberapa desing-desing batin yang berikut, yang terlontar dengan begitu spontannya.

"Sejenak aku berharap adonan yang dipanggil Madre itu akan berubah menjadi bidadari cantik atau minimal menyapa "selamat pagi"." (hal. 9)

"Orang tua itu perlu sedikit ditatar mulutnya. Kamar kosku butuh penghuninya. Namun menyebutkan "kamar kos" sebagai pihak yang menungguiku pulang terdengar memprihatinkan, jadi kupilih diam." (hal. 16)

"... Pak Hadi langsung menyodorkan celemek, menyusul sebuah penutup kepala dari plastik. "Biar kutumu ndak loncat ke adonan," katanya. "Gimbal gini tapi saya nggak kutuan, Pak!" "Masa?" balasnya sangsi, "Saya rasa kecoak pun bisa beranak di situ." Kalau saja dia bukan manula dengan kopi dan sup enak yang patut dilestarikan, mulutku tidak akan tinggal diam." (hal. 21)

Kalimat-kalimat itu adalah beberapa kalimat yang tiba-tiba saja bisa membuat saya terbahak sejenak dan secara tiba-tiba. Lelucon yang sangat santun, dan cerdas. Hehehehe...

Kisahnya sebenernya simpel. Kisah seseorang yang tiba-tiba silsilah hidupnya berubah sepeminuman kopi. Yang tadinya *setahu dia bernenek-kakek India-Tasikmalaya* ternyata keturunan India-Tionghoa. Yang mewarisi tangan-tangan dingin artisan pembuat roti klasik, yang tak pernah disadarinya. Yang lalu terperangkap dalam rencana untuk membangkitkan bisnis toko rotinya. Konfliknya tak terlalu menjungkir balik, malah begitu mengalir sempurna. Ada masalah di sana sini, namun membaca Madre, seperti membaca biografi sukses sebuah usaha bisnis. Namun tetap, di tangan Dee, menjadi sangat menarik untuk terus dibaca hingga selesai. Semua tak lain karena kelincahannya meramu kalimat, menggunakan kata-kata magis yang mengalir seperti air.

Ah, baca sendiri saja!

Dalam buku ini memang ada 13 karya Dee. Namun buat saya yang benar-benar nancep adalah Madre dan Menunggu Layang-layang, sebuah kisah konflik batin mengenai cinta dan persahabatan. From friend to love. Dari teman jadi cinta. Sebenarnya ide kisahnya juga bukan ide yang baru, namun di tangan Dee entahlah... jadi berbeda.

Memang benar. Kita tak perlu merasa minder karena ide karya kita terlalu biasa, namun kita harus membuatnya luar biasa melalui sebuah proses, yaitu proses penulisan cerita. Menurut saya, di situlah inti "menulis". There's nothing new under the sun, but it's the man behind the gun.  

A sword by itself rules nothing. It only comes alive in skilled hands. ~ Li Mu Bai (Crouching Tigers, Hidden Dragon)

Empat setengah dari lima bintang.

1 comment:

  1. Ini buku mbak dee yang paling tipis, aku cuma suka dua, layang-layang sama madre ini :)) sederhana tapi masuk dan kena di hati.

    ReplyDelete