Thursday, 6 June 2013

Karya Terpilih Prompt #14: Bunga Salju

Oleh: Mel Puspita

Napas Xue’er terengah-engah, parasnya yang cantik pasi, gelung rambutnya masai. Udara dingin yang ditarikhembuskan membentuk gumpalan uap dari mulut dan hidungnya.
Jubah tebal yang membungkus tubuhnya dirapatkan untuk menahan rasa dingin yang menghunjam kulit. Ia bahkan sudah tak bisa lagi merasakan kakinya yang terbenam dalam tumpukan salju tebal itu.

Didekap bayinya erat-erat ke dadanya. Dirasakannya gigil di dadanya makin menjadi. Xue’er panik, ia harus segera menemukan tempat hangat untuk Bayi Ming’er. 

“Xue, jangan lari kau!”

“Xue’er di mana kau?!”

Suara-suara itu semakin mendekat ke arahnya. Xue’er menarik tudung jubahnya hingga menutupi kepalanya, lalu kembali berlari sekencangnya. Suara-suara pengejarnya kian mendekat, ia tak sanggup lagi berlari apalagi dengan membawa bayinya yang baru berusia beberapa bulan ini.
Matanya yang tajam melihat cerukan kecil serupa gua di sisi luar hutan pinus. Ia masuk ke dalamnya dan merapatkan tubuhnya lebih masuk ke bagian paling dalam. Ia terus berdoa agar mereka tak lagi mengejarnya.

Sesaat kemudian Xue’er menarik napas lega, suara-suara itu tak lagi terdengar. Kesedihannya buncah teringat pengkhianatan orang-orang di desanya yang menuduhnya sebagai Hantu Salju yang menyebabkan desa Huai Yu tertutup salju abadi.

“Sudah aman, Nak. Ibu akan menjagamu. Ibu dekap. Ibu peluk biar hangat.” bisiknya sambil mendekap bayinya.

Dilonggarkan selimut tebal yang menutupi tubuh Ming’er. Diciumi pipi bayinya dengan penuh kasih sayang. Namun tubuh dalam pelukannya itu geming, tak ada sedikit rasa hangat sebagai penanda kehidupan. Matanya tetap pejam.

“Ming’er, bangun, Nak! Bangunlah!”

Air mata Xue’er menetes. Ia terus menerus menangisi Ming’er hingga berhari-hari, hingga bermalam-malam, hingga rambutnya memutih karena terlalu sedih, yang akhirnya dia diam. Sediam tubuh bayi dalam dekapannya.

* * *

“Nah, sejak kematian Xue’er Desa Huai Yu terbenam di timbunan salju tebal. Semua penduduknya mati beku. Selesai.” kataku sambil menutup buku dongeng.

“Ceritanya kok sedih sih, Hua Jie? Perempuan Salju memangnya ada?” tanya Ching dengan suara cadel yang sangat lucu.

Aku mengangguk.

“Perempuan Salju jahat tidak, Jie?”

“Tidak, Ching Sayang. Dia lembut dan baik hati.”

“Seperti JieJie?” tanyanya lagi.

Aku hanya tersenyum, segera bangkit membetulkan letak selimut anak majikanku ini. Sebentar lagi papa mama Ching akan segera pulang, ia harus sudah tidur.

“Sekarang tidurlah.” Kukecup keningnya.

“Hiii mulutnya Hua Jie dingin.”

Shhh… tidur, Sayang.”

Kumatikan lampu kamar hingga menjadi remang. Kutunggui sejenak sampai anak itu benar-benar memejam.
Deru hujan angin terdengar makin kencang, kututup semua tirai jendela lalu kusiapkan secangkir susu panas untuk diriku sendiri. Dulu aku tak keberatan dengan cuaca seburuk ini, aku suka sekali bermain di tengah badai salju sekali pun. Rasanya menyenangkan berada di bawah rinai lembutnya. Ah, kadang aku rindu bisa kembali seperti dulu, tapi…

Tiiin… Tiiiiiin…

Lamunanku buyar, majikanku sudah pulang. Kuletakkan cangkir ke dalam bak cuci piring sambil menarik napas panjang. Susu di cangkirku rupanya telah membeku.




credit: dokumentasi pribadi Kartika Kusumastuti

Catatan
- XueHua = Bunga Salju
- Jie/Jie Jie = Kak/Kakak (pr)
Tambahan ‘er (anak) di belakang nama seseorang menandakan panggilan kesayangan

-------------------

Original Post ada di sini.

4 comments:

  1. Waahh baguussnyaa :)

    ReplyDelete
  2. cerita ini memang bagus. mbak mel memang pintar mencari ide :)

    ReplyDelete
  3. Ini cerita perempuan salju yang ada di komik-komik. Kerennn :)

    ReplyDelete
  4. Ceritanya emang keren mbak Mel ini :)

    ReplyDelete